Varian Omicron Sebabkan Gangguan Pembekuan Darah

Kasus corona di Indonesia

Jakarta, KabarBerita.id — (RSPI) Sulianti Saroso Pompini Agustina Sitompul Ketua Pokja Pinere Rumah Sakit Penyakit Infeksi (RSPI) mengungkapkan bahwa sejumlah pasien yang terinfeksi varian omicron di Indonesia mengalami Hiperkoagulopati atau pembekuan darah.

Sebenarnya apa hiperkoagulopati atau gangguan pembekuan darah ini?

Dalam kondisi normal, saat salah satu bagian tubuh terluka atau maka pendarahan yang terjadi akan cepat berhenti saat trombosit bekerja dengan normal. Kemudian proses pembentukan bekuan disebut koagulasi. Koagulasi normal penting selama cedera, karena membantu menghentikan luka akibat pendarahan dan memulai proses penyembuhan.

Akan tetapi, darah tidak boleh menggumpal saat baru saja mengalir ke seluruh tubuh. Jika darah cenderung menggumpal terlalu banyak, itu disebut sebagai keadaan hiperkoagulasi atau trombofilia.

Merujuk keterangan dari Ikatan Dokter Indonesia (IDI) hiperkoagulopati adalah gangguan yang terjadi pada sistem koagulasi atau pembekuan darah yang dapat bermanifestasi sebagai bekuan darah atau trombus di vena, arteri atau menyeluruh secara sistemik.

Saat ini terjadi, pada kondisi yang agak parah akan membentuk sitokin yang bisa merangsang koagulopati dan trombosis sistemik. Koagulasi dan trombosis ini akan mengakibatkan Multi Organ Dysfunction (MOD) dan Multi Organ Failure (MOF).

Mengutip Cleveland Clinic, kondisi hiperkoagulasi ini bisa berbahaya, terutama kalau tak bisa diidentifikasi dan diobati dengan benar. Orang dengan kondisi hiperkoagulasi memiliki peningkatan risiko pembekuan darah yang berkembang di arteri (pembuluh darah yang membawa darah menjauh dari jantung) dan vena (pembuluh darah yang membawa darah ke jantung).

Gumpalan darah di vena atau sistem vena dapat berjalan melalui aliran darah dan menyebabkan deep vein thrombosis (bekuan darah di vena panggul, kaki, lengan, hati, usus atau ginjal) atau embolus paru (bekuan darah di paru-paru) .

Pembekuan darah di arteri dapat meningkatkan risiko stroke, serangan jantung, sakit kaki yang parah, kesulitan berjalan, atau bahkan kehilangan anggota tubuh.

virus corona bisa menyebabkan pembekuan darah atau penggumpalan darah pada pasien.

Penggumpalan darah memiliki bentuk yang berbeda pada pasien. Dalam kasus yang lebih ringan, gumpalan – yang tampaknya tersebar di seluruh tubuh – telah dikaitkan dengan ruam atau bengkak, jari kaki merah (baru-baru ini dianggap “jari kaki COVID”). Pada kasus yang lebih parah, gumpalan dapat menyumbat arteri dan menyebabkan emboli paru atau memicu serangan jantung atau stroke.

“Kami telah melihat gumpalan besar di kaki dan gumpalan besar di pembuluh besar paru-paru juga [dengan COVID-19], tetapi sepertinya dengan pasien COVID-19, Anda memiliki efek mikro-trombotik [pembekuan kecil]terjadi, ” ungkap Matthew Heinz, seorang ahli rumah sakit dan ahli penyakit dalam di Tucson Medical Center, kepada Huffington Post pada 2020 lalu.

Heinz mengatakan ada kemungkinan bahwa gumpalan darah ini bisa menjadi indikasi penyakit yang jauh lebih parah sedang terjadi. Hanya karena gumpalan cenderung lebih kecil dan terdistribusi merata tidak berati kalau gumpalan itu tak mengancam jiwa.

Dia menambahkan bahwa ini mungkin jadi alasan mengapa ada pasien virus corona berusia 30-an dan 40-an – yang tidak memiliki faktor risiko lain – mengalami stroke.

Meskipun data terbatas, satu teori utama di belakang gumpalan darah adalah penggumpalan darah ini dipicu oleh gelombang peradangan pemicu COVID-19.

Salah satu cara untuk menilai terjadinya proses koagulasi pada pasien COVID-19 dengan melakukan pemeriksaan Ddimer. Peningkatan kadar D-dimer menggambarkan aktivasi dari sistem koagulasi dan fibrinolisis yang sedang berlangsung.5 Pada pasien COVID-19, sebagian besar mengalami peningkatan kadar D-dimer 2 – 3 kali dari nilai normal.

Ketua Umum Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) Agus Dwi Susanto mengatakan sejak dulu pasien Covid-19 varian apapun memang bisa terkena hiperkoagulopati.

Hanya saja kata dia tingkat severity tiap pasien berbeda. Artinya tidak semua pasien bisa mengalami kejadian ini.

“Jadi tidak 100 persen bisa terkena,” katanya.

Hanya saja terkait varian omicron sampai saat ini masih banyak hal yang masih harus diteliti lebih lanjut.

Tinggalkan Balasan