Berita  

RUU KPK Lancar Disetujui Jokowi, Sementara RUU Lain Tersendat

Jakarta, KabarBerita.id — Pada Senin (23/9), Presiden Joko Widodo (Jokowi) meminta DPR menunda pengesahan empat rancangan undang-undang (RUU). Namun, Presiden menegaskan Keempatnya adalah RUU Perubahan atas UU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Mineral dan Batu Bara (Minerba), RUU Pertanahan, RUU Perma syarakatan, dan Rancangan Kitab UU Hukum Pidana (RKUHP).

Sebagai konsekuensinya, pembahasan keempat RUU tersebut dilakukan oleh DPR periode selanjutnya, 2019- 2024. “Sehingga rancangan UU tersebut saya sampaikan, agar sebaiknya masuk ke nanti, DPR RI berikutnya,” kata Jokowi di Istana Merdeka.

Menurut dia, penundaan pengesahan keempat RUU tersebut demi mendapatkan masukan mengenai substansi yang lebih baik dari masyarakat. Presiden juga ingin agar substansi RUU itu selaras dengan keinginan masyarakat.

Penundaan keempat RUU tersebut tampak berbeda dengan nasib perubahan UU Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang langsung disahkan oleh pemerintah dan DPR. Padahal, prosedur yang dilakukan juga sama, yaitu sama-sama maraton dalam waktu tak kurang dari sepekan sejak diumumkan ke publik.

Soal itu, Presiden Jokowi mengakui, adanya perbedaan dalam membahas revisi UU No mor 30 Tahun 2002 tentang KPK dan RKUHP. Jokowi menjelaskan, perbedaan mendasar antara keduanya adalah RUU KPK merupakan inisiatif DPR, sementara keempat RUU lain yang ditunda merupakan inisiatif pemerintah.

“Yang satu itu inisiatif DPR. Ini (yang empat) pemerintah aktif karena memang disiapkan oleh pemerintah,” kata Jokowi.

Padahal, dalam catatan Republika, pada April 2018 lalu Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan atas Undang-Undang tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara (RUU Minerba) disetujui menjadi rancangan undang-undang usul inisiatif DPR dalam Rapat Paripurna DPR RI yang dipimpin Wakil Ketua DPR Fadli Zon.

Kepala Kantor Staf Presiden (KSP) Moeldoko ikut menjelaskan perbedaan sikap Presiden terhadap kedua RUU tersebut. “Tentu ada alasan-alasan. Pertama, hasil survei menunjukkan yang menyetujui untuk revisi UU KPK itu lebih banyak,” ujar Moeldoko pada hari yang sama.

Ia mengatakan, berdasarkan hasil survei dari Kompas, sebanyak 44,9 persen masya rakat ingin agar UU KPK direvisi. Selain itu, revisi dilakukan dengan pertimbangan keberadaan lembaga antirasuah itu bisa menghambat upaya investasi.

“Ada alasan lagi berikutnya bahwa lembaga KPK itu bisa menghambat upaya investasi,” kata Moeldoko.

Menurut Moeldoko, revisi UU KPK tak melemahkan lembaga antikorupsi. Selain itu, kata dia, pengawasan terhadap lembaga KPK pun dinilainya merupakan hal yang wajar. Begitu pula terkait poin pengadaan surat perintah penghentian penyidikan (SP-3) dalam revisi UU KPK.

Tinggalkan Balasan