Berita  

PT Pos Keluhkan Tombok Rp 600 Miliar Karena Tarif Subsidi

Jakarta, KabarBerita.id — Direktur Utama PT Pos Indonesia (Persero) Gilarsi Wahyu Setijono mengatakan perseroan merogoh kocek Rp600 miliar per tahun untuk menalangi kerugian dari penerapan tarif Layanan Pos Universal (LPU). Tarif LPU merupakan penugasan pemerintah kepada perseroan.

Penugasan itu tertuang dalam Peraturan Menteri Kominfo Nomor 29 Tahun 2013 tentang Tarif Layanan Pos Universal. Dalam penugasan itu perseroan mematok biaya pengiriman sebesar Rp3.000.

“Seandainya tarif diserahkan pada mekanisme pasar, tidak ada tarif LPU, kami tidak akan menderita. Ini kan tidak dapat subsidi, harus nombok sendiri. Coba bayangkan, kirim barang ke Puncak, pakai pesawat kecil misalnya, tarifnya tetap Rp3.000,” tutur Gilarsi, Rabu (24/7).

Ironisnya, semakin banyak volume barang kiriman, semakin besar pula ongkos yang ditalangi oleh PT Pos. “Tahun lalu, Rp600 miliar (nombok). Ini bottom line bisa lebih buruk. Makanya, harus ada jalan keluar,” tegas dia.

Saat ini, ia mengakui pihaknya tengah berdiskusi dengan pemerintah. Meski demikian, ia bilang belum ada kesepakatan terkait hal tersebut.

Sebelumnya, Sekretaris Perusahaan PT Pos Benny Otoyo mengatakan perseroan memikul dua tugas besar. Pertama, beban masa lalu sebelum terjadinya liberalisasi, dan kedua penugasan Public Service Obligation/PSO yang belum mendapat kompensasi sesuai.

Di sisi lain, bisnis perseroan tengah lesu, terutama dari dari lini layanan keuangan, seperti pembayaran, remitansi, hingga penyaluran dana. Padahal, bisnis layanan keuangan PT Pos mendominasi pendapatan perseroan, dibandingkan bisnis kurir.

Menurut Gilarsi, tenggelamnya bisnis layanan keuangan perseroan dikarenakan disrupsi dari kehadiran layanan keuangan perbankan dan fintech. OJK, ia bilang membuka semua layanan transaksi keuangan lewat bank, dari sebelumnya hanya dilayani PT Pos dan PT Pegadaian (Persero).

Tinggalkan Balasan