Jakarta, KabarBerita.id — Operasi cipta kondisi yang digelar kepolisian untuk mengamankan ASIAN Games 2018 memakan korban. Sebanyak 15 orang ditembak mati, 41 orang luka-luka, dan sekitar 2.000-an orang ditangkap. Aparat kepolisian dinilai melanggar ketentuan dalam penggunaan senjata api.
Direktur LBH Jakarta, Arif Maulana menuturkan, perintah Kapolda Metro Jaya, Irjen Idham Aziz, kepada jajarannya untuk menembak mati begal dan jambret Juli lalu telah mengakibatkan korban jiwa.
LBH Jakarta membuka posko pengaduan terkait tindakan sewenang-wenang aparat dalam pengamanan ASIAN Games 208. Sebanyak 5 keluarga korban tewas telah mengadu ke posko tersebut. Namun hanya 2 keluarga korban yang berani mengambil langkah hukum. Yakni keluarga Bobi Susanto dan Dedi Jabrik.
Tewasnya Bobi dianggap janggal. Sebab, Bobi yang ditangkap warga di Cengkareng karena dugaan penjambretan masih hidup saat diamankan warga. “Anehnya, pasca dibawa ke Polsek Cengkareng kondisi Bobi tidak diketahui. Baru keesokan harinya keluarga diberitahu, Bobi sudah meninggal. Jenazahnya ada di Rumah Sakit Kramat Jati,” ujar Arif, di Kantor LBH Jakarta, Jalan Diponegoro, Jakarta, kemarin.
Arif menerangkan, dalam hukum acara pidana, polisi harus dilengkapi surat penangkapan, penahanan, dan penyitaan. Seorang tersangka yang ditangkap harus dibawa ke pengadilan, bukan dieksekusi lansung. “Kalaupun ditembak, tujuannya adalah melumpuhkan. Bukan mengeksekusi,” katanya.
“Kalau memberantas begal dengan cara membegal, ini bukan negara hukum, sementara semua tindakan hukum ada prosedur perundang undangannya,” tandas Arif.
Paryanto, ayah dari almarhum Bobi Susanto menceritakan, putranya yang berusia 25 tahun tidak memiliki catatan kriminal. Pada 8 Juli 2018 sekitar jam 7.30 WIB, Bobi pamit untuk membeli makanan. Namun sampai tengah malam yang bersangkutan tidak bisa dihubungi.
Keesokan harinya pihak keluarga diberitahu pihak Polsek Cengkareng bahwa Bobi sudah meninggal dan ada di RS Kramat Jati. “Saya minta keterangan polisi soal kejadian yang menimpa anak saya, disuruh tunggu 2-3 hari, tapi sampai sekarang tidak pernah diberi,” katanya.
Paryanto mengaku janggal lantaran di RS Kramat Jati polisi meminta untuk tidak dilakukan otopsi dan dibuat surat perjanjian bermaterai bahwa pihak keluarga tidak akan menuntut polisi.
Selain itu pihak keluarga juga diperintahkan tidak membuka jenazah. Sampai pemakaman pun ada polisi yang mengawal.
Dia tidak habis pikir dengan pernyataan polisi bahwa Bobi ditembak karena merebut senjata aparat. “Anak saya badannya kecil, gimana mau lawan polisi yang badannya besar-besar, apalagi sebelumnya sudah dilumpuhkan massa,” ujarnya