Berita  

Petisi Tolak Izin FPI Sudah Diteken 367 Ribu Netizen

Jakarta, KabarBerita.id — Petisi online menolak perpanjangan izin untuk Front Pembela Islam (FPI) terus berkembang. Hingga Sabtu malam, 11 Mei 2019, sebanyak lebih dari 367 ribu netizen telah meneken petisi tersebut. Petisi ‘Stop Ijin FPI’ dimulai oleh Ira Bisyir lima hari lalu dan pada hari pertamanya sudah langsung mengumpulkan lebih dari sepuluh ribu tanda tangan.

Petisi muncul menyusul informasi izin FPI sebagai organisasi masyarakat yang terdaftar di Kementerian Dalam Negeri akan berakhir bulan depan. Dalam pesan yang tersiar berantai tertulis masa berlaku izin FPI mulai dari 20 Juni 2014 hingga 20 Juni 2019.

Ajakan penolakan perpanjangan izin dilakukan lewat situs change.org. Alasan ajakan adalah, FPI disebut kelompok radikal, pendukung kekerasan, dan pendukung HTI. “Mohon sebar luaskan petisi ini, agar tercipta Indonesia yang aman dan damai,” begitu ditulis Ira Bisyir.

Tempo juga bertanya ke sejumlah warga ibu kota yang dipilih secara acak perihal pro dan kontra perizinan untuk FPI. Hasilnya, dua orang menyarankan pemerintah lewat Kementerian Dalam Negeri perpanjang izin dengan catatan, satu menolak tegas, satu mendukung FPI, dan satu mendukung FPI dengan catatan.

Mereka yang setuju perpanjangan izin dengan catatan adalah Razuli (29), karyawan warga Menteng, Jakarta Pusat, dan Abdol Primadana (38), sopir angkot. Keduanya memberi catatan bahwa FPI kerap membuat onar di jalan, anarkis, dan menyebar ujaran kebencian. “Kalau masih seperti itu langsung di-cut saja,” kata Razuli.

Cuplikan video penghinaan terhadap Presiden Jokowi yang dilakukan oleh anggota FPI di Bogor yang tersebar di media sosial.

Satu orang yang menolak tegas FPI adalah Ardra, karyawati. Menurutnya, kegiatan FPI selama ini menyebabkan keresahan di masyarakat. “Tidak ada unsur bela Islamnya, malah ada beberapa tindak tanduk FPI yang membuat orang berpikir negatif mengenai Islam itu sendiri, misalnya sering konvoi ramai-ramai naik motor tanpa helm, main hakim sendiri terhadap tempat usaha orang,” ujarnya panjang lebar.

Sedang yang mendukung FPI terus eksis adalah Siti Khodijah, penjual nasi di kawasan Monas, Jakarta pusat. Dia memuji FPI yang berada terdepan dalam gerakan 212–gerakan yang berawal dari penolakan terhadap Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok dalam pilkada 2017 karena dituding menghina agama.

Sementara itu Intan, karyawati mengungkap bahwa sejauh ini dia melihat FPI lebih sibuk merazia pakaian perempuan yang tidak sesuai syariah Islam dan mengakui aksi-aksi FPI sering menabrak asas kebebasan. “Tapi tidak bisa memandang FPI menggunakan satu kacamata saja,” katanya, “Di sisi lain FPI merefleksikan nilai Islam yang secara benar.”

Tinggalkan Balasan