Berita  

Bolehkan WNA ‘China’ Masuk Sultra, PKS: Pemerintah Tak Peka dengan Hati Rakyat

Jakarta, KabarBerita.id – Anggota Komisi I DPR RI, Sukamta menilai pemerintah pusat tidak memiliki sensivitas atau kepekaan dengan suasana kebatinan masyarakat.

Hal tersebut, lantaran memperbolehkan 500 warga negara asing asal China masuk ke Sulawesi Tenggara (Sultra). Padahal Gubernur, DPRD serta masyarakat Sultra sudah menolak kedatangan para TKA tersebut. 

Diketahui, 500 tenaga kerja asing (TKA) asal China bakal masuk ke Sultra untuk dipekerjakan di PT Virtue Dragon Nickel Industry (VDNI) di Morosi, Konawe, Sulawesi Utara.

“Pemerintah pusat seperti tidak peka dengan suasana kebatinan masyarakat saat pandemi Covid-19 ini. Harusnya yang diprioritaskan adalah kesehatan dan keselamatan rakyat Indonesia. Apalagi rakyat dan Forkopimda sebagai tuan rumah juga tegas menolak,” ujar Sukamta, kepada Tajuk.co, Kamis (30/4/2020). 

Wakil Ketua Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) bidang Polhukam ini mengatakan, meskipun mereka memegang visa kunjungan atau visa kerja, namun, demi rakyat indonesia, seharusnya pemerintah pusat membatasi pergerakan warga negara asal China tersebut.

Apalagi dalam Permenkumham No. 11 tahun 2020 tentang Pelarangan Sementara Orang Asing Memasuki Wilayah Negara Republik Indonesia pasal 3 diatur bahwa pengecualian bagi warga asing pemegang KITAS atau KITAP disyaratkan dalam 14 hari sebelumnya berada di negara yang bebas dari Covid-19.

“Sebagaimana pemerintah membatasi masyarakatnya sendiri dengan PSBB, termasuk larangan mudik,” tegas dia. 

“Menerima masuknya TKA dari negara China yang merupakan negara asal virus, jelas bertentangan dengan aturan tersebut,” tambah dia.

Sukamta mengimbau pemerintah agar lebih sensitif dengan perasaan dan kondisi masyarakat khususnya yang terdampak pandemi Covid-19. 

Banyak masyarakat, kata dia, yang saat ini harus kehilangan pekerjaan, penghasilan, dan pergerakan harus dibatasi.

Di sisi lain, bantuan sosial belum maksimal dengan pendataan warga yang kacau hingga tidak meratanya pembagian bantuan sosial. 

“Isu TKA China sendiri sebelumnya sudah sensitif, terkait hubungan perusahaan asing dengan lingkungan dan masyarakat sekitar termasuk soal penyerapan tenaga kerja lokal,” jelasnya. 

“Ditambah lagi dengan kondisi akibat pandemi ini, kita tidak ingin eskalasi masalah ini meningkat karena bisa menimbulkan ketegangan dan gesekan sosial. Kita ingin hindari itu. Karena jika kerusuhan terjadi, maka efek ekonomi bisa lebih parah lagi,” sambung dia. 

Tinggalkan Balasan