Berita  

Sering Blunder, Wajar Partai Baru PSI Paling Ditolak Masyarakat

Jakarta, KabarBerita.id — Rilis survei terbaru Litbang Kompas tidak hanya menunjukkan partai pendatang baru tidak ada yang lolos ambang batas parlemen (PT) 4 persen, tetapi adanya resistansi atau penolakan masyarakat terhadap partai-partai tersebut.

Uniknya, angka resistansi tersebut justru lebih tinggi dari elektabilitas partai-partai baru yang rata-rata cuma berkisar nol koma.

PSI menjadi partai baru yang paling tinggi resistansinya. Dengan elektabiltas hanya 0,9 persen, resistansi masyarakat terhadap partai pimpinan Grace Natalie itu ditolak oleh 5,6 persen masyarakat. Selanjutnya Perindo dengan elektabilitas 1,5 persen, resistensinya 1,9 persen. Kemudian Berkarya elektabilitas 0,5 persen, resistensinya 1,3 persen. Terakhir, Garuda elektabilitas 0,2 persen, resistensinya 0,9 persen.

Pengamat komunikasi politik, Ari Junaedi mengatakan, rendahnya elektabilitas partai-partai baru seperti PSI, Partai Garuda, Partai Berkarya dan Partai Perindo adalah wajar dan normal.

“Selain sebagai “new comer” positioning dan strategi branding partai-partai baru pun terbilang tidak tepat. Hal ini terlihat dari tingginya resistensi mayarakat termasuk PSI yang dibesut anak-anak milenial,” ujar Ari, Kamis (21/3).

Awalnya, Ari termasuk yang menaruh harapan besar terhadap PSI di saat-saat awal berdiri. Namun, di tengah perjalanannya partai tersebut kerap mengeluarkan blunder-blunder yang tidak perlu, serta mengganggu soliditas di koalisi partai-partai pendukung Jokowi-Maruf.

“Pernyataan perda syariah dan poligami yang masuk dalam ranah filosofis keagamaan sebaiknya tidak disentuh PSI di awal kampanye. Dengan cara seperti itu, PSI mengobarkan perang dengan kaum mayoritas,” ujar pengajar di Univesitas Indonesia ini.

“Demikian juga soal pernyataan PSI yang menyinggung kiprah partai-partai lama soal pendampingan terhadap gender, toh nyatanya sudah digarap oleh partai-partai yang jauh lebih senior,” ujar Ari menambahkan.

Semestinya menurutnya, PSI lincah bermanuver di pusaran-pusaran isu-isu nasional tanpa membuat permusuhan dengan partai-partai lain. PSI harusnya percaya diri bermain di isu-isu milenial mengingat captive marketnya di kalangan milenial atau pemilih pemula.

“Ini kan tidak, PSI membuka front “pertempuran” dengan partai-partai “senior”, tidak peduli yang ada di dalam koalisi atau tidak serta tidak menggarap intens pasar potensialnya,” papar Ari.

“PSI kurang santun dalam berpolitik serta tidak bisa melepaskan diri dari gaya anak muda yang temperamental,” tutupnya.

Tinggalkan Balasan