Jakarta, 06/3 (ANTARA) – Peneliti Pusat Penelitian Kependudukan Lembaga
Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Augustina Situmorang mengatakan banyak
pasal dalam naskah Rancangan Undang-Undang Ketahanan Keluarga yang
tumpang tindih dengan undang-undang lain yang sudah berlaku di
Indonesia.
“Misalnya Pasal 29 Ayat (1) huruf (a) yang
menyebutkan hak cuti melahirkan dan menyusui bagi perempuan selama enam
bulan,” kata Augustina dalam taklimat media yang diadakan di Jakarta,
Jumat.
Augustina mengatakan pasal tersebut akan tumpang
tindih dengan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
Dalam Undang-Undang Ketenagakerjaan, hak cuti melahirkan dan menyusui
bagi pekerja perempuan adalah tiga bulan.
Selain tumpang
tindih, Augustina menilai pasal tersebut berpeluang untuk menghambat
peluang perempuan untuk berperan di ranah publik, misalnya karier. dalam
pekerjaan.
Menurut Augustina, pasal tersebut
akan menjadi alasan kuat bagi kelompok yang berpandangan konservatif
untuk mendorong perempuan untuk lebih banyak mengambil peran domestik.
“Pasal tersebut juga akan membuat perusahaan untuk tidak menempatkan
perempuan dalam jabatan-jabatan strategis karena dia bisa cuti selama
enam bulan. Bayangkan kalau dia melahirkan dua atau tiga kali,”
tuturnya.
Augustina mengatakan penelitian yang dilakukan LIPI
menemukan bahwa ibu yang bekerja sama sekali tidak memberikan pengaruh
signifikan terhadap pemberian air susu ibu (ASI) eksklusif.
“Yang menjadi alasan terbanyak seorang ibu tidak memberikan ASI
eksklusif adalah ASI tidak keluar, yaitu 62,7 persen. Alasan ibu bekerja
hanya 6,1 persen,” katanya.
Di sisi lain, RUU Ketahanan
Keluarga juga berpeluang kontraproduktif karena seperti tidak percaya
dengan kesetaraan gender dan terlalu mengatur ruang privat warga negara.
“Contohnya dalam pengaturan peran suami istri. Dalam konteks pembagian
peran keluarga, pada dasarnya masing-masing keluarga memiliki strategi
yang telah disepakati bersama,” katanya.