Berita  

Hentikan Euforia Akuisisi Freeport, Inalum Kini Terancam Kesulitan Keuangan

Jakarta, KabarBerita.id — Hentikan euforia pengambilalihan Freeport oleh Indonesia yang diwakili PT Inalum. Sebab, saat ini PT Inalum harus mulai mencicil pembayaran surat utang global yang dipakai untuk membeli saham PT Freeport Indonesia.

Namun, bukannya mendapatkan pundi-pundi pendapatan dari PTFI dalam jangka pendek, Inalum justru berpotensi merogoh kocek lagi untuk PTFI.

Berdasarkan rencana PTFI akan membangun smelter baru di Indonesia 5 tahun ke depan. Nilai investasi yang akan digunakan ditaksir mencapai US$3 miliar. Nanti, investasi dalam proyek ini akan ditanggung pemegang saham sesuai dengan porsinya. Dalam hal ini termasuk PT inalum harus urunan, mengeluarkan dana untuk investasi.

Inalum sendiri pemilik 40 persen saham PTFI, sehingga kemungkinan perusahaan yang berdiri sejak 1976 itu akan ikut menanggung kewajiban investasinya. Jika dihitung, dana yang harus dikeluarkan Inalum sekitar US$1,2 miliar atau setara Rp16,72 triliun.

Selain biaya investasi, rilis Freeport-McMoRan itu mengungkapkan Inalum sebagai pemilik saham mayoritas harus ikut urunan untuk belanja modal guna membiayai proyek tambang Grasberg bawah tanah di Papua.

Nilainya tidak kecil, ditaksir sekitar US$170 juta per tahun atau setara dengan Rp2,36 triliun dari total kebutuhan belanja modal proyek sebesar US$900 juta per tahun. Adapun, urunan itu berlaku sampai dengan 2022.

Selain harus keluar uang lagi usai akuisisi saham Freeport, Inalum tidak lantas mendapatkan pemasukan dividen dari PTFI untuk periode 2019-2020. Hal itu karena PTFI sedang melakukan proses transisi dari tambang terbuka di atas ke tambang bawah tanah.

Kondisi ini tentu berpotensi membuat kondisi keuangan Inalum mengkhawatirkan mengingat perusahaan juga memiliki kewajiban membayar surat utang global senilai US$4 miliar, utang itu digunakan untuk membiayai akuisisi saham PTFI.

Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Abra Talattov menilai pasca-akuisisi kepemilikan saham PTFI sebesar 51,23 persen, Inalum memang lebih banyak mengeluarkan uang ketimbang pemasukan.

“Saya pikir DPR harus turun tangan untuk mempertanyakan dan mengawasi Inalum, apakah kondisi Inalum sekarang ini berpotensi menimbulkan persoalan keuangan ke depannya atau tidak,” tuturnya kepada Tirto.

Menurut Abra, bila Inalum kelabakan atau tidak sanggup, dikhawatirkan induk usaha BUMN Tambang ini justru membuat kebijakan yang tidak ideal nantinya, antara lain meminta dividen lebih besar ke anak usaha. Inalum bisa berpotensi meminta penyertaan modal negara (PMN) dari APBN. Dengan kata lain, masyarakat juga yang akhirnya menanggung beban Inalum melalui kewajiban pajak.

Inalum mengakui akuisisi saham PTFI sebesar 40 persen melalui pembelian participating interest (PI) milik Rio Tinto—perusahaan tambang asal Britania—senilai US$3,85 miliar membuat hak dan kewajiban Rio Tinto sebelumnya kini melekat ke Inalum.

“Total kewajiban kami untuk kegiatan pertambangan PTFI sampai dengan 2022 itu mencapai sekitar US$681 juta. Mau enggak mau,” kata Head of Corporate Communications PT Inalum Rendy Witoelar kepada Tirto.

Terkait rencana pembangunan smelter baru dari PTFI, Rendy menegaskan Inalum tidak akan mengeluarkan uang sepeserpun. Menurutnya, PTFI bisa memenuhi kebutuhan dana smelter baru itu, tanpa bantuan dari Inalum.

Namun, ia tidak menepis bahwa Inalum pada saat yang sama juga mulai membayar surat utang global. Untuk tahun depan saja, nilai yang dibayar Inalum dari surat utang global itu sekitar US$350 juta.

Tinggalkan Balasan