Berita  

Jonan Soal Mobil Listrik: Ada Menteri yang Dukung Ada yang Melawan

Jakarta, KabarBerita.id — Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan mengungkapkan kendala penerbitan aturan terkait ekosistem industri mobil listrik di indonesia. Menurut dia, hal itu berasal dari perdebatan antar para menteri terkait pro dan kontra beleid tersebut.

“Peraturan Presiden ditunggu hampir 1,5 tahun, debat antar menteri tidak selesai-selesai. Ada yang pro mobil listrik, ada yang melawan. Ini semestinya harus selesai,” ungkap Ignasius Jonan seperti dikutip Antara, Minggu (28/7).

Proses perdebatan panjang antara para menteri terkait disinyalir terkait pembahasan komponen lokal yang akan membantu produsen dalam memproduksi kendaraan listrik nasional.

“Kalau menunggu komponen lokal dibangun 100 persen, saya kira (orang-orang) yang bikin peraturan sudah pensiun juga engga jadi,” ujar Ignasius.

Jika peraturan mobil listrik terbit, maka perlu ada aturan turunan Peraturan Menteri Keuangan terkait insentif kepada para produsen mobil listrik nasional.

Dalam kesempatan tersebut, Jonan menyampaikan kendaraan listrik dapat mengurangi kuota impor bahan bakar minyak (BBM) karena energi primer kendaraan listrik diproduksi di dalam negeri, seperti batu bara, gas, angin, maupun matahari. Dengan demikian, tak perlu melakukan impor BBM.

“Orang tanya, bagaimana mengurangi impor BBM? Dalam jangka panjang mobil listrik didorong, dikasih insentif dan sebagainya, PPnBM dan bea masuk,” ujar mantan Menteri Perhubungan tersebut.

Sebelumnya, Jonan mengeluhkan tingginya pajak kendaraan listrik impor. Ia menyebut kebijakan bea masuk dan PPnBM juga bertentangan dengan keinginan pemerintah untuk meningkatkan jumlah penggunaan mobil listrik demi memperbaiki kualitas udara.

Untuk diketahui, perhitungan tarif PPnBM saat ini didasarkan pada kapasitas mesin kendaraan bermotor. Namun dalam revisi, rencananya perhitungan PPnBM akan didasarkan pada konsumsi bahan bakar dan emisi karbondioksida (CO2). Semakin rendah emisinya maka pajak yang dikenakan semakin kecil.

Selain besaran emisi karbon, perhitungan tarif PPnBM baru juga hanya mengelompokkan kapasitas mesin menjadi dua, yaitu; kurang dari atau sama dengan 3.000 cc dan lebih dari 3000 cc.

Ketua I Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) Jongki Sugiarto menambahkan persoalan pajak merupakan kunci utama pengembangan kendaraan listrik di Indonesia. Besaran pajak, bakal menjadi acuan produsen kendaraan listrik ketika mendatangkan unit kendaraan listrik ke Indonesia.

“Kalau tarif sudah ditentukan nanti orang bisa berhitung, yang mana yang mau diimpor, hybrid, plug-in hybrid, atau electric vehicle,” katanya.

Tinggalkan Balasan