Berita  

Gila, Data Pribadi Dijual Dipakai Transaksi Pelaku Hingga Miliaran

Jakarta, KabarBerita.id — Dua pekan terakhir, jagat dunia maya Indonesia diwarnai perbincangan mengenai jual beli data pribadi. Bermula dari cuitan seorang netizen, dugaan penyalahgunaan data pribadi warga kini ramai disoroti. Korban dan beberapa pihak lainnya menilai, jaminan hukum yang melindungi data pribadi sudah saatnya hadir.

Perbincangan jual beli data pribadi seperti KTP (kartu tanda penduduk) dan NIK (nomor induk kependudukan) pertama kali dibincangkan oleh seorang netizen @hendralm di akun Twitter pribadinya (25/7/2019).

Cuitan itu ramai ditanggapi. Satu-persatu, netizen menceritakan pengalaman pribadi mereka dan ditimpali netizen lainnya.

Surat dari Dirjen Pajakkepada Adi (bukan namasebenarnya), Photo: Surat dari Dirjen Pajak kepada Adi (bukan nama sebenarnya) warga ber-KTP Banyuwang yang tak pernah merasa melakukan transaksi yang dituduhkan (Supplied)

Apalagi, akun @hendralm mengunggah foto layar dari dugaan aksi jual-beli data pribadi dari sebuah grup tertutup di media sosial di mana ia menjadi anggotanya.

Kepada ABC, sang pemilik akun @hendralm -Samuel Christian -mengatakan semua cuitannya dan ihwal bergabungnya ia dalam grup tersebut bermula dari kecurigaan.”Saya gabung grup itu karena teman saya ada yang kena tipu.”

“Grup itu sekilas seperti grup jual beli berbagai barang. Tapi terus saya perhatian ada yang comment jual KTP dan KK.””Bahkan ada yang tulis punya KK satu kecamatan. Itu kan gila,” ujarnya melalui sambungan telepon.

Postingan berseri @hendralm juga menarik perhatian Adi, bukan nama sebenarnya.Adi (43) tertarik karena ia merasa postingan yang akhirnya viral itu memiliki kesamaan cerita dengan peristiwa yang dialaminya.

Menyimak sejumlah komentar, ia merasa tak sendiri. Ada korban lain selain dirinya, meski dengan jalan cerita yang berbeda.

Pekan lalu, ABC menghubungi Adi -warga ber-KTP Banyuwangi, Jawa Timur, yang mengaku berprofesi pekerja lepas dan mantan pengusaha. Ia lantas menuturkan kisahnya.

Hari itu, pada bulan Desember 2017, mertuanya menelepon mengabarkan ia kedatangan petugas pajak yang menyampaikan tunggakan pajak atas nama Adi dengan jumlah fantastis.

“Total transaksinya sebesar 32 miliar.”

“Saya kaget, saya telepon orang pajak, saya bilang ‘ini apa-apaan, ini apa? Saya punya perusahaan kan sudah saya tutup, NPWP-nya sudah saya hapus.’ Dulu saya punya perusahan tapi bangkrut.”

“Lalu orang pajak bilang ‘maaf pak ini bukan perusahaan tapi NPWP pribadi bapak yang masuk’. Hah? NPWP pribadi, saya kan bingung.”

Ia panik bukan kepalang dan terheran-heran mengapa dirinya terlibat dalam transaksi puluhan miliar yang tak pernah dilakukannya. Apalagi surat dari kantor pajak datang beruntun.

Adi juga mengaku ia tak pernah terlibat dalam pinjaman online apapun sehingga situasi yang ia alami dirasa makin membingungkan.

Berdasarkan penelusurannya, transaksi itu melibatkan 6 perusahaan dengan jenis usaha yang berbeda.

“Ada pakan ternak, ada tekstil, macam-macam. Saya bingung, kenapa pakai identitas saya? Lagipula jumlah besar seperti itu, untuk apa?,” katanya.

Berbekal bantuan teman dan petugas pajak, Adi mengaku telah menemukan sang pelaku transaksi yang, menurutnya, mendapatkan data pribadinya dari internet.

“Si pelaku bilang ada beberapa data yang dikasih ke dia, tapi yang dipilih saya.”

“Dia hanya mengakui belanja pada satu perusahaan sedangkan data di pajak ada 6 perusahaan.”

“Berarti masih ada pelaku lainnya.”

Ia berharap agar Rancangan Undang-Undang (RUU) Perlindungan Data Pribadi segerah disahkan agar tak ada korban lain selain dirinya.

Tinggalkan Balasan