STR Seumur Hidup Dokter Persulit Pengawasan IDI

Medan, KabarBerita.id — Ikatan Dokter Indonesia (IDI) cabang Medan menilai wacana pemberlakuan Surat Tanda Registrasi (STR) seumur hidup bagi para dokter dan tenaga kesehatan akan menyulitkan pengawasan.

Ketua IDI Cabang Medan, Ery Suhaimi mengatakan masa berlaku STR lima tahun sekali sesuai Undang-Undang praktik kedokteran yang telah berlaku selama ini sudah cukup melindungi masyarakat dan tenaga kesehatan.

“Kenapa STR itu lima tahun sekali, karena memang harus ada evaluasi. Kalau seumur hidup di satu sisi memang memudahkan, tapi evaluasi dan pengawasannya akan sulit,” kata Ery, Senin (10/4).

Menurut Ery, undang-undang praktik kedokteran yang ada sebetulnya sudah ideal, karena peruntukannya bukan hanya untuk melindungi dokter tetapi juga masyarakat.

“Karena dokter itu lima tahun sekali harus mengupdate ilmunya, mengumpulkan SKP baru keluar STR nya. Tapi kalau seumur hidup memang memudahkan tentu tapi evaluasi memperolehnya itu (sulit),” jelasnya.

PB IDI, tegas menolak Omnibus Law RUU Kesehatan yang mengatur tentang praktik kedokteran, begitu pula dengan sejumlah organisasi profesi kesehatan lainnya.

“Jadi kalau di IDI, kami ingin menghapus pasal itu (STR seumur hidup). Ya kalau bisa tetap per lima tahun,” pungkasnya.

Sebelumnya, pemerintah mengusulkan agar dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) Kesehatan, STR untuk dokter dan tenaga kesehatan dapat berlaku seumur hidup.

Dirjen Tenaga Kesehatan Kemenkes RI drg Arianti Anaya MKM mengatakan STR seumur hidup bukan berarti menghilangkan pemenuhan kompetensi secara berkala.

Syarat kompetensi akan melekat dalam SIP melalui pemenuhan Satuan Kredit Poin (SKP) seperti yang berlaku saat ini sehingga kualitas dokter dan nakes akan tetap terjaga.

“Jadi tidak benar isu yang beredar jika STR seumur hidup akan menyuburkan praktik dokter dukun atau dokter tremor atau dokter abal-abal karena mereka tetap diwajibkan mendapatkan sertifikat kompetensi melalui pemenuhan SKP seperti praktik saat ini,” kata Arianti.

“Jadi, kualitas mereka tetap terjaga. Bedanya, sertifikat kompetensi nantinya melekat dalam perpanjangan SIP yang berlaku setiap 5 tahun,” Arianti menegaskan.

Dia menjelaskan dokter dan tenaga kesehatan kini wajib mengurus perpanjangan STR dan SIP setiap lima tahun sekali melalui banyak tahapan birokrasi, validasi, dan rekomendasi.

Sehingga banyak dokter dan tenaga kesehatan merasa terbebani termasuk dengan biaya-biaya yang timbul.

Hal-hal tersebut yang kemudian membuat pemerintah melalui RUU Kesehatan berencana menyederhanakan proses tersebut menjadi lebih mudah.

“Jadi, nanti yang diperpanjang cukup SIP saja. Tujuan dari penyederhanaan perizinan ini agar dokter dan tenaga kesehatan tidak banyak dibebani sehingga mereka bisa tenang menjalankan tugas mulia mereka,” ucapnya.

Tinggalkan Balasan