Kata Dokter Soal Polusi Udara Jakarta Pangkas Harapan Hidup Warganya

Jakarta, KabarBerita.id — Polusi udara Jakarta ternyata memangkas harapan hidup warganya. Dokter mengatakan polusi udara tidak memberikan dampak langsung terhadap kematian, tapi menjadi salah satu faktor risiko aneka penyakit.

Dalam laporan Air Quality Life Index (AQLI) yang diterbitkan Selasa (29/8), DKI Jakarta adalah provinsi dengan polusi tertinggi di Indonesia. Sekitar 10,7 juta penduduk diperkirakan bisa kehilangan 2,4 tahun harapan hidup rata-rata relatif terhadap pedoman WHO.

“Di sini, penduduk dapat memperoleh 2,8 tahun harapan hidup jika polusi dapat dikendalikan untuk memenuhi pedoman WHO,” tulis laporan tersebut.

Dokter spesialis paru, Feni Fitriani Taufik mengatakan polusi udara tidak bisa dikatakan sebagai penyebab langsung kematian yang bisa memangkas harapan hidup.

Dari data WHO, penyakit penyebab kematian seperti stroke, penyakit kardiovaskular, penyakit paru obstruktif kronis (PPOK), pneumonia memang berkaitan dengan polusi udara.

“Pemahamannya berkaitan dengan polusi, angka harapan hidup berkurang dengan orang meninggal akibat diagnosis tersebut. Orang stroke, misal, dia meninggal. Dilihat lagi faktor risiko stroke mungkin berkaitan dengan dia tinggal di daerah polusi tinggi,” jelas Feni, Rabu (30/8).

Dia berkata saat ini belum ada data yang menunjukkan korelasi polusi udara Jakarta dan risiko kematian. Namun secara global, WHO mencatat ada sebanyak 7 juta kematian setiap tahun akibat paparan polusi udara baik di dalam maupun luar ruangan. Kemudian lebih dari 2 juta kematian berasal dari Asia Tenggara.

Dari total 7 juta kematian ini, penyebab kematian antara lain, pneumonia (21 persen), stroke (20 persen), penyakit jantung iskemik (34 persen), PPOK (19 persen), dan kanker paru (7 persen).

Sementara itu, situasi polusi udara Jakarta belakangan memunculkan keluhan kesehatan. Dari pengalaman Feni, banyak pasien mengeluh batuk, pilek, dan ISPA.

“Mungkin masyarakat yang selama ini 3-5 hari bisa mengatasi sendiri, sekarang ini jadi ke dokter karena 1-2 minggu enggak sembuh,” imbuhnya.

Lalu kapan harus ke dokter?
Selama ini masyarakat tidak langsung ke dokter saat menemukan keluhan kesehatan. Namun ada kalanya Anda perlu menindaklanjuti gejala penyakit dengan memeriksakan diri ke dokter sebagai bentuk kewaspadaan.

Feni menyarankan untuk memeriksakan diri ke dokter jika,

1. Obat warung tak mampu mengatasi sakit
Obat warung biasanya jadi andalan untuk batuk, pilek atau gejala penyakit lain yang ringan. Namun saat sakit tak kunjung sembuh meski sudah minum obat, sebaiknya Anda ke dokter.

2. Gejala penyakit tidak kunjung sembuh
Ada orang yang biasanya tidak mengandalkan obat untuk sembuh misal dengan istirahat, makan cukup, atau minum-minuman hangat. Mungkin sakit bisa sembuh dalam hitungan hari. Namun saat melebihi waktu biasanya, bisa jadi Anda perlu cek ke dokter.

3. Ganggu produktivitas
Ada sakit tertentu yang masih bisa ditoleransi dan tidak mengganggu produktivitas. Namun jika aktivitas mulai terganggu, mungkin Anda perlu mempertimbangkan ke dokter.

Tinggalkan Balasan