Pekanbaru – Dalam dua pekan terakhir kasus rencana penyelundupan trenggiling terungkap di Riau. Lantas apa penyebabnya satwa itu terus diburu?
“Inikan tentunya tidak terlepas dari adanya permintaan dari luar negeri. Sepanjang permintaan masih ada, sepanjang itu perburuan satwa liar masih terus berlangsung,” kata juru bicara WWF Riau, Syamsidar kepada detikcom, Kamis (2/11/2017).
Menurut Syamsidar wilayah Sumatera pada umumnya merupakan tempat penyebaran trenggiling. Termasuk juga di sejumlah kawasan hutan di Riau.
|
Adanya mafia perdagangan satwa jaringan internasional, kata Syamsidar, membuka mata rantai perdagangan di Indonesia. Riau misalnya, perburuan liar tidak hanya terjadi untuk jenis trenggiling saja. Namun gading gajah, harimau juga tak luput dari incaran perburuan liar.
“Trenggiling memang banyak terdapat di Riau. Sepanjang ada yang meminta dari luar negeri, tentunya ini juga menjadi lapangan pekerjaan tersendiri buat masyarakat kelas bawah,” kata Syamsidar.
Lantas untuk apa sebenarnya trenggiling itu?
“Pertama dagingnya mungkin untuk dimakan. Tetapi isu paling santer itu adalah trenggiling dijadikan racikan obat tradisional di China,” kata Syamsidar.
Kalaupun selama ini disebutkan akan diselundupkan ke Malaysia, menurut Syamsidar, itu hanya transit semata. Nantinya dari jaringan mafia satwa yang menampung di Malaysia akan menjual kembali ke jaringan mafia satwa liar di China.
“Inilah salah satu mengapa perburuan liar terus terjadi karena masih tingginya permintaan dari pasar gelap internasional,” kata Syamsidar.
Selain trenggiling akan dijadikan obat tradisional, kata Syamsidar, malah isunya sisiknya konon bisa dijadikan ramuan untuk bahan-bahan narkoba.
“Isunya trenggiling ini bisa untuk campuran narkoba. Tapi tentunya isu tersebut juga harus diteliti terlebih dahulu kebenarannya,” kata Syamsidar.
Sebagaimana diketahui, dua pekan terakhir pihak aparat menggagalkan penyelundupan trenggiling ke Malaysia. Pertama pihak TNI AL Dumai menangkap kapal yang membawa 102 trenggiling di perairan Bengkalis Riau. Dalam kasus ini dua orang dijadikan tersangka.
Tak lama kemudian, Polda Riau mengamankan 70 ekor trenggiling dari dua orang tersangka. Dari dua kasus penangkapan ini, ternyata masih memiliki satu jaringan mafia yang sama. Mereka sudah ditunggu di jalur pelayaran internasional di Selat Malaka. Harga yang mereka jual di tengah laut bisa menembus harga Rp 600 ribu hingga Rp 1 juta per kg, sedangkan mereka beli dari warga Rp 30 ribu per kg. Pekanbaru – Dalam dua pekan terakhir kasus rencana penyelundupan trenggiling terungkap di Riau. Lantas apa penyebabnya satwa itu terus diburu?
“Inikan tentunya tidak terlepas dari adanya permintaan dari luar negeri. Sepanjang permintaan masih ada, sepanjang itu perburuan satwa liar masih terus berlangsung,” kata juru bicara WWF Riau, Syamsidar kepada detikcom, Kamis (2/11/2017).
Menurut Syamsidar wilayah Sumatera pada umumnya merupakan tempat penyebaran trenggiling. Termasuk juga di sejumlah kawasan hutan di Riau.
|
Adanya mafia perdagangan satwa jaringan internasional, kata Syamsidar, membuka mata rantai perdagangan di Indonesia. Riau misalnya, perburuan liar tidak hanya terjadi untuk jenis trenggiling saja. Namun gading gajah, harimau juga tak luput dari incaran perburuan liar.
“Trenggiling memang banyak terdapat di Riau. Sepanjang ada yang meminta dari luar negeri, tentunya ini juga menjadi lapangan pekerjaan tersendiri buat masyarakat kelas bawah,” kata Syamsidar.
Lantas untuk apa sebenarnya trenggiling itu?
“Pertama dagingnya mungkin untuk dimakan. Tetapi isu paling santer itu adalah trenggiling dijadikan racikan obat tradisional di China,” kata Syamsidar.
Kalaupun selama ini disebutkan akan diselundupkan ke Malaysia, menurut Syamsidar, itu hanya transit semata. Nantinya dari jaringan mafia satwa yang menampung di Malaysia akan menjual kembali ke jaringan mafia satwa liar di China.
“Inilah salah satu mengapa perburuan liar terus terjadi karena masih tingginya permintaan dari pasar gelap internasional,” kata Syamsidar.
Selain trenggiling akan dijadikan obat tradisional, kata Syamsidar, malah isunya sisiknya konon bisa dijadikan ramuan untuk bahan-bahan narkoba.
“Isunya trenggiling ini bisa untuk campuran narkoba. Tapi tentunya isu tersebut juga harus diteliti terlebih dahulu kebenarannya,” kata Syamsidar.
Sebagaimana diketahui, dua pekan terakhir pihak aparat menggagalkan penyelundupan trenggiling ke Malaysia. Pertama pihak TNI AL Dumai menangkap kapal yang membawa 102 trenggiling di perairan Bengkalis Riau. Dalam kasus ini dua orang dijadikan tersangka.
Tak lama kemudian, Polda Riau mengamankan 70 ekor trenggiling dari dua orang tersangka. Dari dua kasus penangkapan ini, ternyata masih memiliki satu jaringan mafia yang sama. Mereka sudah ditunggu di jalur pelayaran internasional di Selat Malaka. Harga yang mereka jual di tengah laut bisa menembus harga Rp 600 ribu hingga Rp 1 juta per kg, sedangkan mereka beli dari warga Rp 30 ribu per kg.