Kabar Berita.id – Diabetes ‘basah’ dan ‘kering’ merupakan dua istilah yang cukup populer di tengah masyarakat awam. Penggunaan istilah diabetes basah dan kering seringkali didasarkan pada kondisi luka yang dialami oleh penderita diabetes.
Istilah diabetes basah dan kering sebenarnya tidak dikenal dalam ilmu kedokteran. Ilmu kedokteran hanya mengenal empat tipe diabetes yaitu diabetes Tipe 1, diabetes Tipe 2, diabetes gestasional dan diabetes tipe lain.
“(Diabetes basah dan kering) ini istilah tidak baku, masing-masing orang punya persepsi sendiri-sendiri,” terang spesialis penyakit dalam konsultan endokrin, metabolik dan diabetes dari RS Pondok Indah dr Wismandari Wisnu SpPD KEMD dalam diskusi kesehatan di Jakarta, Selasa (7/11).
Istilah diabetes basah kerap digunakan untuk menggambarkan kondisi penderita diabetes dengan luka yang sulit mengering. Sedangkan istilah diabetes kering seringkali digunakan untuk menggambarkan kondisi penderita diabetes dengan bagian tungkai bawah yang menghitam dan tampak kering.
Luka yang sulit mengering pada penderita diabetes sebenarnya disebabkan oleh kondisi pembuluh darah ke area luka yang kurang baik dan menyempit. Kondisi ini menyebabkan aliran darah yang membawa oksigen dan makanan ke area luka menjadi berkurang. Kurangnya pasokan oksigen dan makanan ke area luka membuat area tersebut sulit sembuh dan tampak basah atau bernanah.
Pada kondisi ini, terapi yang bisa diberikan adalah operasi untuk membuang nanah sekaligus jaringan-jaringan yang mati. Seluruh jaringan dibuang hingga terlihat area sehat yang masih berwarna merah. Akan tetapi, amputasi mungkin diperlukan jika area luka sudah terlalu luas. “Kasarnya, masih bisa sembuh,” sambung Wismandari.
Sedangkan kondisi tungkai bawah yang tampak menghitam dan kering pada penderita diabetes disebabkan oleh pembuluh darah yang sudah benar-benar menyempit. Pembuluh darah yang sudah sangat menyempit ini membuat darah tidak dapat mengalir ke bagian tungkai bawah. Kondisi ini merupakan sebuah komplikasi yang dikenal sebagai acute limb ischemia.
Wismandari mengatakan 80-90 persen kasus ‘kering’ seperti ini biasanya berujung pada amputasi. Hal ini disebabkan karena area yang menghitam dan mengering sebenarnya sudah mati. “Area itu mati sebenarnya. Nggak ada pembuluh darah, nggak ada aliran darah ke situ sama sekali,” jelas Wimandari.
Salah satu cara untuk mencegah kedua kondisi ini terjadi adalah dengan melakukan pencegahan sekunder. Pencegahan sekunder adalah upaya untuk menghambat terjadinya komplikasi atau penyulit pada penderita diabetes.
Salah satu upaya pencegahan sekunder yang bisa dilakukana dalah mengendalikan kadar gula darah sesuai target terapi. Upaya pencegahan sekunder lain adalah mengendalikan faktor risiko komplikasi lain melalui pengobatan yang optimal.
Deteksi dini komplikasi juga penting dlakukan agar bisa diterapi secepat mungkin jika ditemukan. Pencegahan sekunder sebaiknya dilakukan sejak awal pengelolaan penyakit diabetes.
Sumber : Republika.co.id