Berita  

Yudi Kristiana Tak Setuju Soal Pengawas dari Luar MK

Jakarta, KabarBerita.id – Kepala Kejaksaan Negeri Jakarta Timur Yudi Kristiana yang juga menjadi calon hakim konstitusi tidak setuju adanya badan khusus dari luar untuk mengawasi Mahkamah Konstitusi (MK).

“MK lahir sebagai bagian dari check and balance, Komisi Yudisial (KY) juga tapi tidak berarti KY mengawasi keseluruhan MK sebagai bentuk check and balance,” kata Yudi di gedung Sekretariat Negara Jakarta, Kamis.

Yudi menyampaikan hal tersebut dalam wawancara terbuka untuk delapan orang calon hakim konstitusi untuk mencari pengganti hakim konstitusi perwakilan pemerintah I Dewa Gede Palguna yang akan berakhir masa jabatannya pada 7 Januari 2020.

“Kalau misalnya MK juga bagian dari objek pengawasan KY apa tidak membuat tumpang tindih? Karena di sisi lain KY mengawasi pelaksanaan kehakiman di pengadilan sedangkan kekuasaan kehakiman juga dimiliki MK, kalau semua tertumpu di pengawasan KY maka tidak ada check and balance untuk KY, jadi saya condong MK mengawasi dirinya sendiri melalui kode etik yang berlaku,” tambah Yudi.

“Tapi pengawasan internal cenderung melindungi korps dibanding pengawasan eksternal, termasuk dengan dua orang hakim MK terkena OTT, apakah pengawasan internal bukannya bermasalah?” tanya anggota pansel Sukma Violetta.

“Pengawasan internal oleh MK sendiri bisa dipertahankan, yang jadi masalah bagaimana menghasilkan hakim MK itu sendiri, dimulai dari rekrumennya itu jauh lebih mengena,” jawab Yudi.

“Loh jadi tumpang tindih di mananya dengan KY? Kan KY mengawasi individu per individu, bukan pembinaan keseluruhan?” cecar Sukma.

“Saya lihat ada kekhawatiran kalau KY diberikan ruang pengawasan terhadap hakim MA maupun MK karena nanti KY menjadi ‘super body’ itu yang saya maksudkan jadi fungsi check and balance tidak tercapai,” jawab Yudi.

“Jadi siapa sih yang mengawasi MK?” tanya Sukma yang merupakan komisioner Komisi Yudisial.

“MK mengawasi dirinya melalui code of conduct,” jawab Yudi.

Seperti diketahui pada 2006, Mahkamah Agung mengajukan uji materi ke MK. Putusan MK saat itu menyebutkan bahwa pengawasan terhadap hakim MA tetap, sedangkan pengawasan terhadap MK dianulir.

Adapun potongan putusan MK tersebut berbunyi: “Permohonan para Pemohon sepanjang menyangkut perluasan pengertian hakim menurut Pasal 24B ayat (1) UUD 1945 yang meliputi hakim konstitusi terbukti bertentangan dengan UUD 1945 sehingga permohonan para Pemohon harus dikabulkan. Dengan demikian, untuk selanjutnya, hakim konstitusi tidak termasuk dalam pengertian hakim yang perilaku etiknya diawasi oleh Komisi Yudisial”.

Pansel MK sudah melakukan tes wawancara kepada 5 orang calon hakim konstitusi pada 11 Desember 2019 yaitu Benediktus Hesto Cipto Handoyo, Bernard L Tanya, Daniel Yusmic Pancastaki Foekh, Ida Budiarti dan Suparman Marzuki.

Sedangkan pada 12 Desember 2019 pansel menguji Widodo Ekatjahjana, Umbu Rauta dan Yudi Kristiana.

Pansel akan memberikan tiga nama terakhir kepada Presiden Joko Widodo pada 18 Desember 2019 dan selanjutnya Presiden Joko Widodo akan memilih satu nama. Tiga nama tersebut dipertimbangkan dari hasil wawancara, tes kesehatan serta berbagai data dari KPK, PPATK, Kejaksaan Agung, Komisi Yudisial.

Tinggalkan Balasan