Berita  

Wali Kota Cimahi Diimingi Lepas dari OTT Jika Beri Rp1 M ke ‘Orang KPK’

Wali Kota Cimahi Ajay Suap RSU Kasih Bunda

KabarBerita.id – Ada pihak yang mengaku dari KPK [Komisi Pemberantasan Korupsi], mengiming-iming Wali Kota Cimahi nonaktif Ajay M Priatna terbebas OTT [operasi tangkap tangan].

Syaratnya, Ajay harus memberikan uang sebesar Rp1 miliar kepada yang bersangkutan.

Demikian penuturan Sekda Kota Cimahi Dikdik Suratno Nugrahawan (DSN), selaku saksi dalam sidang kasus suap Rp1,6 miliar, terkait proyek pembangunan RSU Kasih Bunda.

“Pak Wali Kota diminta sejumlah uang oleh orang yang mengaku dari KPK,” tuturnya, di Pengadilan Tipikor Bandung, Senin (19/4), mengutip CNN.

“Beliau mengatakan, Rp1 Miliar. Saya bilang, ‘Aduh, mahal banget, kita uang dari mana’,” sambung DSN.

Jaksa KPK juga membacakan dokumen berita acara pemeriksaan (BAP) di persidangan.

Di mana isinya menyebutkan, bahwa uang tersebut untuk meredam orang KPK, agar tidak melakukan OTT terhadap Ajay.

DSN juga mengatakan, bahwa Ajay memintanya untuk mengumpulkan uang Rp1 miliar itu lewat iuran para Kepala SKPD [Satuan Kerja Perangkat Daerah] Kota Cimahi.

“Pak Ajay meminta bantuan kepada saya, supaya disampaikan kepada Kepala SKPD untuk iuran sukarela,” ungkap DSN.

Adapun Asisten Ekonomi Pembangunan Kantor Wali Kota Cimahi Ahmad Nuryana menjadi ‘pengumpul’.

Dari tangannya, kemudian diserahkan kepada Yanti, salah seorang karyawan yang bekerja di perusahaan milik Ajay.

“Dikumpulkan kepada Ahmad Nuryana,” ujar DSN.

“Menurut Pak Ahmad Nuryana, uang itu disampaikan kepada Ibu Yanti,” sambungnya.

Siapa ‘Orang KPK’ yang Dimaksud?

DSN membeberkan, bahwa ‘orang KPK’ yang memerasnya itu bernama Roni.

Pria itu datang ke kantornya, dan mengaku dari KPK, seraya menunjukkan indentitasnya.

Lebih lanjut, menurut Ajay, sempat terjadi negosiasi dengan Roni, yakni dari semula meminta Rp500 juta, “Terkumpul hampir Rp200 juta.”

Namun, akhirnya, pada Jumat (27/11/2020) lalu, pukul 10.40 WIB, Ajay, terjerat OTT.

Ia juga tidak sendiri, karena ada sembilan orang lainnya yang merupakan pejabat Kota Cimahi, serta pihak swasta.

Respons JPU KPK

JPU KPK Budi Nugraha menanggapi pengakuan terdakwa Ajay dan DSN [saksi].

Ia menyebut, akan menggali informasi soal Roni, apakah benar pegawai KPK, atau bukan.

“Faktanya, sampai hari ini pun kita tanyakan kepada saksi, saksi tidak mengetahuinya,” kata Budi.

“Tapi kita ingin tahu, apakah betul orang KPK atau bukan,” lanjutnya.

“Nanti mungkin ketika pemeriksaan terdakwa, kita akan kejar ini,” sambungnya berjanji.

Di sisi lain, Budi juga menanyakan sikap Ajay. Jika benar ada oknum KPK yang memeras, mengapa ia tak melapor.

“Kalau faktanya ada seperti itu, kenapa yang bersangkutan tidak melapor ke polisi atau ke kami?” tanya Budi.

“Bukannya [keterangan] permintaan tersebut hanya akal-akalan yang bersangkutan saja?” imbuhnya.

“Toh, faktanya, uang sudah dikasihkan [ke Roni] yang bersangkutan [Ajay] tertangkap juga,” ucapnya lagi.

Budi menegaskan, “Kecuali misalkan, jangan sampai ada asumsi, ia tidak memberikan uang, lalu ditangkap KPK. Ini yang kita kejar siapa orangnya.”

Sepengetahuan Budi, sejauh ini, tidak ada nama Roni di bidang penyidikan, sebagaimana pengakuan Ajay.

Dakwaan JPU KPK

Sebelumnya, JPU KPK mendakwa Ajay, menerima suap Rp1,6 miliar [secara bertahap], terkait proyek pembangunan RSU Kasih Bunda di Kota Cimahi, Jawa Barat.

Uang yang berasal dari Hutama Yonathan, Direktur Utama PT Mitra Sejati sekaligus pemilik RSU Kasih Bunda.

“Bahwa terdakwa telah melakukan beberapa perbuatan yang dipandang sebagai perbuatan berlanjut.”

“Menerima hadiah atau janji berupa uang secara bertahap [sejak 6 Mei 2020], sejumlah total Rp1.661.250.000 [agar proyek pengembangan RSU Kasih Bunda tidak dipersulit Ajay selaku Wali Kota Cimahi].”

Demikian kata JPU KPK Budi, saat membacakan dakwaan di Pengadilan Tipikor Bandung, Rabu (14/4) lalu.

JPU, dalam dakwaan juga menyebutkan bahwa Ajay, meminta langsung proyek tersebut agar dikerjakan oleh kontraktor rekanannya.

10 Persen dari RAB

Jika mundur ke belakang, pada Sabtu (28/11/2020) lalu, Ketua KPK Firli Bahuri mengungkapkan.

Jika Yonathan, bertemu dengan Ajay, di salah satu restoran, di Bandung, Jabar.

“Pada pertemuan tersebut, AJM diduga meminta sejumlah uang, Rp3,2 miliar,” kata Firli, saat konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta.

Uang yang nilainya setara dengan 10 persen dari rencana anggaran biaya (RAB) pembangunan proyek [yang jika ditotal mencapai Rp32 miliar].

Hingga terjerat OTT, setidaknya, Ajay sudah lima kali menerima ‘cicilan’, lewat dua orang kepercayaan penerima pun pemberi suap.

RSU Kasih Bunda, bahkan sempat membuat rincian pembayaran dan kuitansi fiktif [seolah-olah uang tersebut untuk pembayaran pekerjaan fisik pembangunan] demi menyamarkan suap.

“Pemberian terakhir pada tanggal 27 November 2020, sebesar Rp425 juta,” beber Filri.

Sebagai penerima suap, Ajay, disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 dan atau Pasal 12 B UU 31/1999 tentang Pemberantasan Tipikor sebagaimana telah diubah dengan UU 20/2001 tentang Perubahan Atas UU 31/1999 tentang Pemberantasan Tipikor.

Sementara pemberi suap, Yonathan, diduga melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 UU 31/1999 tentang Pemberantasan Tipikor sebagaimana telah diubah dengan UU 20/2001 tentang Perubahan Atas UU 31/1999 tentang Pemberantasan Tipikor.

‘Ini Semata-mata Ketidaktahuan Saya’

Usai menjalani pemeriksaan di Gedung Merah Putih KPK, Sabtu (28/11/2020), Ajay mengaku tak paham.

“Ini semata-mata ketidaktahuan saya. Saya pikir tidak masuk pasal apa-apa, karena proyek swasta.”

Demikian tuturnya kepada wartawan. “Saya dulunya ‘kan di swasta. Wiraswasta,” imbuhnya.

Ajay yang mengaku ‘kurang baca’, sampai akhirnya gagal paham juga menyatakan, “Kita enggak ada perjanjian fee.”

Tinggalkan Balasan