Ukraina Minta Bantuan AS Setelah Rusia Kirim Pasukan ke Perbatasan

Jakarta, KabarBerita.id — Pemerintah Ukraina waspada setelah mendapat laporan bahwa negara Rusia mengirimkan pasukannya ke perbatasan sebelah timur negara itu. Ukraina bersiap menghadapi peperangan karena kondisi itu dapat memicu perang antara kedua yang erjadi pada tahun 2014 lalu kembali terulang.

Presiden Ukraina, Volodymyr Zelensky mengatakan pengarahan kekuatan diduga sebaga aksi provokasi adalah permainan lama Rusia, Jumat (2/4).

Menurut Intelejen Negara Ukraina, Pasukan Rusia dan pemberontak dilaporkan telah mendekati wilayah Donetsk dan Lugansk di wilayah timur Ukraina, mereka jugda memperkuat koordinasi dan diperkirakan akan melakukan serangan ke Ukraina pada pertengahan bulan April.

Dilaporkan setidaknya ada 20 tentara Ukraina meninggal dan 57 tentara lainnya terluka dalam kekerasan di kawasan timur Ukraina yang dilakukan oleh pemberontak yang mendapatkan dukungan dari negara Rusia.

Diketahui kedua belah pihak negara telah melakukan perjanjian gencatan senjata, Namun kesepakatan tersebut dinilai runtuh.

Presiden Ukraina kemudian meminta bantuan terhadap Amerika Serikat negara sekutunya untuk menghadapi Rusia.

” kami telah menyoroti pergerakan pasukan Rusia di sepanjang perbatasan timur Ukraina. kami keberatan dengan tindakan agresif yang bertujuan untuk mengamcam dan mengintimidasi mitra kami, Ukraina, ” kata Juru Bicara Kemenlu AS, Ned Price.

Para pengamat menilai hal ini dilakukan Rusia karena sebelumnya presiden AS, Joe Biden menyebut Presiden Rusia Vladimir Putin sebagai pembunuh.

Namun di sisi lain, Rusia membantah pihaknya telah mengirim pasukan ke perbatasan Ukraina. Federasi Rusia mengerahkan pasukan didalam wilayah kedaulatan masing-masing, tandas Jubir Rusia, Dmitry Peskov.

” tidak perlu khawatir, pasukan Rusia tidak mengancam siapapun “, ujar Peskov.

Peperangan di kawasan timur Ukraina pecah pada 2014 setelah Presiden Ukraina tumbang akibat gelombang demo. Dilaporkan korban jiwa dalam peperangan tersebut lebih dari 13 ribu orang, dan Ukraina kehilangan Semenanjung Krim yang saat ini diduduki oleh Rusia.

Tinggalkan Balasan