Jakarta – Pemerintah menargetkan 20 juta turis pada tahun 2019. Tidak hanya itu, devisa sejumlah Rp 280 T pun ternyata disangsikan.
Adalah pakar ekonomi juga politik, Faisal Basri yang mempertanyakannya. Hal itu dikarenakan ada beberapa hal yang belum dipenuhi oleh pemerintah.
“Intinya kita tidak bisa mencapai target yang dipengaruhi variabel-variabel yang tidak dapat dipenuhi pemerintah. Tapi paling tidak mendekati,” kata Faisal dalam Seminar Indonesia Tourism Outlook (ITO) 2018 di Hotel DoubleTree Jakarta, Rabu (1/11/2017).
Menurutnya, pemerintah sebaiknya tak hanya mengutamakan wisman. Namun potensi wisnus yang luar biasa juga harus diperhitungkan. Kenapa?
“Jadi harus ada pandangan juga bahwa turis domestik lebih penting daripada wisman. Karena sebanyak 78 juta atau lebih dari 30 persen penduduk Indonesia bisa jalan-jalan. Hal itu lebih dari penduduk Malaysia,” urai dia.
Sejumlah hal bisa diberikan atau dilakukan dalam mencapai target itu. Beberapa di antaranya memberi bantuan dan mempermudah akses ke destinasi, jadi tidak jalan-jalan di dalam negeri tidak lebih mahal daripada ke luar negeri.
“Pihak bank kan ada KUR (kredit usaha rakyat), nah itu bisa merenovasi rumah jadi seperti homestay, seperti di Bali. Sekarang kan enggak bisa dipakai seperti itu,” kata Faisal.
Menurut pengalamannya pula bahwa gembar-gembor menarik wisman amat ketat di dunia internasional. Persaingan amat sengit itu terlihat saat negeri Jiran ingin menarik wisatawan Eropa dengan membuat stan besar di sudut Trafalgar Square Inggris, sedangkan Indonesia belum melakukannya.
Kembali ke target pemerintah, sebanyak wisman di atas diharapkan devisa yang masuk dan terkumpul hingga tahun tersebut mencapai Rp 280 T. Sedangkan sisi wisnus yang diharapkan mencapai 275 juta perjalanan.
“Hitung-hitungan di atas itu tidak ketemu di kepala saya,” pungkas Faisal.