Berita  

Siswa Menunggak SPP, KPAI Ingatkan Sekolah Bersifat Bijak

Jakarta, KabarBerita.id — Komisioner Bidang Pendidikan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Retno Listyarti mengatakan, pihak sekolah harus bersikap bijak dan mengedepankan kepentingan terbaik anak. Sekolah swasta mestinya menggunakan fungsi sosial dan kemanusiaan ketika ada siswa yang orang tuanya kesulitan ekonomi.

Retno mengatakan, sekolah bukanlah organisasi perusahaan yang mengejar keuntungan. Namun, ia berada dalam payung yayasan yang tunduk pada Undang-undang Nomor 16 Tahun 2001 pasal 1, yang menyatakan tujuan didirikannya yayasan adalah memberikan pelayanan di bidang sosial, agama, dan kemanusiaan.

“Potensi munculnya kasus-kasus masalah tunggakan SPP di berbagai sekolah swasta maupun sekolah negeri seperti SMA/SMK yang masih memungut dana masyarakat dalam bentuk SPP pasti akan selalu ada, potensi terjadinya bisa saja di berbagai wilayah di Indonesia,” kata Retno, dalam keterangannya, Sabtu (9/1).

Apalagi, dia mengatakan, sekolah swsata juga mendapatkan dana BOS dari pemerintah pusat melalui APBN. Menurut Retno, masalah menunggak SPP seharusnya dibicarakan secara internal, misalnya dengan memberikan keringanan pembayaran dan cara pembayaran yang dipermudah sesuai kemampuan.

Sebelumnya, KPAI menerima delapan kasus pengaduan terkait masalah tunggakan SPP. Pengaduan berasal dari DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Timur, dan Bali. Kebanyakan dari laporan berasal dari SD swasta.

“Membayar SPP adalah kewajiban orang tua, kewajiban anak adalah belajar. Jadi, pihak sekolah jangan memberi sanksi siswa ketika ada tunggakan SPP. Anak tidak bersalah, jadi tak layak diancam apalagi diberi sanksi,” kata Retno menegaskan.

Kasus terbaru yang cukup memprihatinkan yakni orang tua siswa yang tidak mampu membayar sekolah dan diminta mengundurkan diri. Namun, dokumen rapor dan surat pindah dari sekolah asal ditahan oleh pihak sekolah sampai pelunasan tunggakan SPP.

Menurut Retno, lembaga pendidikan yang berbentuk yayasan pendidikan memiliki fungsi sosial dan kemanusiaan. Sehingga, tidak seharusnya merampas hak anak atas pendidikan dengan peraturan semacam itu.

Tinggalkan Balasan