Jakarta, KabarBerita.id — Polisi yang membunuh remaja Prancis di pinggiran kota Paris pada Selasa (27/6) meminta maaf kepada keluarga korban. Hal itu dilakukan setelah remaja bernama Nahel M. ditembak dari jarak dekat oleh polisi tersebut.
Laurent-Franck Lienard selaku pengacara mengatakan kliennya itu meminta maaf kepada keluarga Nahel saat berada dalam tahanan.
“Kata-kata pertama yang ia ucapkan adalah meminta maaf dan kata-kata terakhir yang dia katakan adalah permintaan maaf kepada keluarga,” kata Laurent-Franck Lienard kepada BFMTV, Kamis (29/6) petang.
“Dia hancur, dia tidak bangun pagi hari untuk membunuh orang. Dia tidak ingin membunuhnya (Nahel),” ucap pengacara.
Tak hanya itu, ia juga menyatakan kliennya sangat terkejut ketika melihat aksinya dalam video yang viral di media sosial beberapa hari ini.
Hal tersebut diungkapkan Lienard setelah kliennya didakwa voluntary homicide atau pembunuhan yang terjadi karena kemarahan atau nafsu tiba-tiba. Polisi itu juga ditahan setelah dakwaan.
Di sisi lain, Lienard pun menyatakan bakal mengajukan banding pada Jumat (30/6) atas penahanan kliennya.
Tudingan ibu korban
Mounia selaku ibu Nahel mengaku menduga kematian anak laki-lakinya didasari tindakan rasial. Ia pun mengaku tak dendam dengan kepolisian Prancis, melainkan hanya menyalahkan satu oknum, yakni yang membunuh anaknya.
“Saya tak menyalahkan polisi, saya menyalahkan satu orang: Dia yang mengambil nyawa anak laki-laki saya,” kata Mounia kepada France 5.
“Saya punya teman yang juga polisi dan mereka sepenuhnya mendukung saya. Mereka tak setuju dengan semua yang terjadi.”
Pernyataan Mounia merupakan wawancara pertamanya kepada media setelah Nahel meninggal dunia. Menurutnya, polisi itu bisa melakukan hal, selain menembak anaknya yang melanggar lalu lintas.
“Petugas itu melihat wajah Arab, seorang anak kecil, dan ingin mengambil nyawanya,” katanya.
Semua bermula ketika Nahel diduga melanggar peraturan lalu lintas di Nanterre pada Selasa (27/6). Berdasarkan video yang viral, dua polisi coba menghentikan kendaraan itu. Satu orang kemudian mengarahkan senjata ke pengemudi melalui jendela.
Ia kemudian menembak dari jarak dekat saat korban coba pergi. Mobil yang ditunggangi korban pun sempat bergerak beberapa puluh meter sebelum menabrak.
Kondisi tersebut membuat publik berang. Banyak warga Prancis turun ke jalan protes tindakan sewenang-wenang polisi itu. Mereka turun ke jalan dan merusuh di berbagai instansi pemerintah.
Orang-orang di Nanterre, lokasi penembakan Nahel, menyalakan kembang api di jalanan. Mereka juga membakar kendaraan.
Hal itu membuat layanan bus dan trem di Paris berhenti beroperasi di atas pukul 21.00 WIB sejak Kamis (29/6) malam. Kota Clamart juga menerapkan jam malam hingga pekan depan (3/7) dengan alasan keamanan.
Presiden Prancis Emmanuel Macron meminta publik tetap tenang. Ia menilai kekerasan dalam aksi protes “tidak dapat dibenarkan.”