Jakarta, KabarBerita.id -– Ratusan ribu orang telah menandatangani petisi yang menyerukan pemakzulan Presiden Korea Selatan, Yoon Suk Yeol. Petisi yang muncul pada 20 Juni di situs web Majelis Nasional itu meminta parlemen untuk menyusun rancangan undang-undang (RUU) guna memakzulkan Yoon, dengan alasan ia tidak layak menjabat sebagai presiden.
Petisi tersebut menuduh Yoon terlibat dalam korupsi, meningkatkan risiko perang dengan Korea Utara, dan membuat warga Korea Selatan menghadapi risiko kesehatan dengan tidak menghentikan pembuangan limbah nuklir Fukushima oleh Jepang.
Hingga Senin (1/7), lebih dari 811.000 orang telah menandatangani petisi ini. Antusiasme yang tinggi menyebabkan situs petisi tersebut mengalami gangguan akses selama empat jam, dengan 30.000 orang dilaporkan menunggu untuk dapat mengaksesnya.
Ketua Majelis Nasional Korea Selatan, Woo Won Shik, berjanji untuk segera memperbaiki masalah teknis tersebut. Sementara itu, kantor kepresidenan belum memberikan komentar.
Menurut undang-undang Korea Selatan, parlemen harus menanggapi setiap petisi yang mendapatkan lebih dari 50.000 tanda tangan dengan menyerahkannya kepada komite yang akan memutuskan apakah petisi tersebut layak diajukan ke majelis untuk voting.
Meskipun demikian, Partai Demokrat yang merupakan oposisi dan memegang mayoritas di parlemen, belum menunjukkan komitmen untuk menindaklanjuti petisi ini. Sejumlah media melaporkan bahwa partai tersebut belum membahas masalah ini lebih lanjut.
**Potensi Pemakzulan Yoon Suk Yeol**
Sejak menjabat pada tahun 2022, Yoon Suk Yeol telah mengalami penurunan popularitas, dengan tingkat persetujuan hanya 25 persen pada survei April lalu. Andy Jackson, profesor di Pusat Penelitian Studi Korea Universitas Monash, mengatakan bahwa petisi ini mencerminkan ketidakpuasan luas terhadap presiden dan kinerjanya.
“Dengan banyaknya tanda tangan dan ketidakpuasan yang meluas, komite kemungkinan akan merekomendasikan tindakan lebih lanjut,” kata Jackson, seperti dikutip ABC Net.
Di Korea Selatan, parlemen dapat menyerukan pemakzulan presiden jika mendapatkan dukungan dua pertiga suara mayoritas. Jika suara mayoritas tercapai, Mahkamah Konstitusi akan memutuskan apakah akan memberhentikan atau mengangkat kembali presiden.
Parlemen Korea Selatan telah dua kali memakzulkan presiden sebelumnya, yaitu Roh Moo Hyun pada 2004 dan Park Geun Hye pada 2017. Jackson berpendapat bahwa pemakzulan Yoon kali ini sangat mungkin terjadi, dengan alasan popularitasnya yang menurun akibat kebijakan terhadap Korea Utara dan penanganan limbah nuklir Fukushima.
Namun, Jong Eun Lee, asisten profesor ilmu politik di North Greenville University, menilai pemakzulan Yoon saat ini tidak mungkin terjadi karena adanya kekhawatiran bahwa upaya ini akan dilihat sebagai tindakan berlebihan dari partai oposisi.
“Mereka khawatir bahwa dukungan terhadap pemakzulan dapat menimbulkan reaksi politik di kalangan masyarakat luas, yang mungkin memandang hal tersebut sebagai tindakan yang berlebihan dari partai-partai oposisi,” kata Jong.