Punya 14 Anak, Eks Bos ACT Mohon Dibebaskan usai Pakai Dana Donasi

Jakarta, KabarBerita.id — Mantan Presiden Yayasan Aksi Cepat Tanggap (ACT) Ahyudin minta dibebaskan dari segala tuntutan perkara dugaan penyelewengaan dana ratusan miliar rupiah ahli waris korban kecelakaan pesawat Lion Air JT610.

Hal itu disampaikan penasihat hukum Ahyudin, Irfan Junaedi saat membacakan nota pembelaan atau pledoi di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Selasa (3/1).

“Membebaskan terdakwa Drs. Ahyudin dari segala tuntutan hukum (vrijspraak) atau menyatakan terdakwa Drs. Ahyudin lepas dari tuntutan hukum (ontslag van alle rechtsopvolging),” ujar Irfan.

Irfan juga meminta Majelis Hakim untuk menyatakan Ahyudin segera dikeluarkan dari Rumah Tahanan (Rutan) Bareskrim Mabes Polri setelah putusan pengadilan diucapkan dalam persidangan.

Salah satu pertimbangan yang disampaikan Irfan karena Ahyudin merupakan tulang punggung puluhan keluarganya, memiliki 14 anak yang masih kecil.

“Terdakwa adalah tulang punggung puluhan keluarganya, memiliki 14 anak yang masih kecil-kecil semua yang masih membutuhkan kasih sayang seorang bapak dan juga biaya pendidikan serta kesehatan yang harus disiapkan oleh Terdakwa,” jelas Irfan mengenai pertimbangan.

Irfan juga memaparkan pertimbangan lain, yakni Ahyudin berlaku sopan selama persidangan, belum pernah dihukum; dan bersikap kooperatif selama menjalani proses hukum.

Ahyudin juga memiliki riwayat penyakit jantung dan telah dua kali operasi jantung. Sehingga kini, Ahyudin mesti mengkonsumsi obat secara rutin selain kontrol jantung ke rumah sakit.

Selain itu Irfan menyebut Ahyudin telah memimpin lembaga Yayasan ACT selama 17 tahun dengan kebermanfaatan yang luas bagi masyarakat.

Melalui penasihat hukum, Presiden ACT periode 2019-2022 Ibnu Khajar juga minta dibebaskan dari perkara ini.

Permintaan tersebut disampaikan penasihat hukum Ibnu Khajar, Widat dalam agenda pembacaan nota pembelaan atau pledoi di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Selasa (3/1).

“Menyatakan terdakwa Ibnu Khajar tidak terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam ketentuan Pasal 374 Jo. Pasal 55 ayat 1 ke (1) KUHPidana,” ujar Widat.

Widat meminta majelis hakim membebaskan Ibnu dari segala tuntutan hukum dan mengeluarkan Ibnu dari tahanan.

Hal serupa juga disampaikan penasihat hukum Hariyana Hermain, Virza Roy Hizzal dalam agenda pembacaan pledoi kliennya di PN Jakarta Selatan, Selasa (3/1).

“Membebaskan terdakwa Hariyana Hermain dari segala tuntutan hukum (vrijspraak) atau setidak-tidaknya melepaskan Terdakwa dari segala tuntutan hukum (ontslag van alle rechtsvervolging),” ujar Virza.

Selain itu, Virza juga meminta majelis hakim mengeluarkan Hariyana dari tahanan.

Baik Widat maupun Virza sama-sama meminta majelis hakim untuk mengembalikan seluruh barang bukti yang disebutkan di dalam surat tuntutan, termasuk barang bukti yang masih dipergunakan dalam berkas perkara lain.

Selain itu, merehabilitasi harkat, martabat dan nama baik kedua terdakwa.

Dalam persidangan ini, kedua penasihat hukum menyampaikan bahwa kliennya tidak dapat diminta pertanggungjawabannya terkait penggunaan dana BCIF Boeing yang tidak sesuai peruntukannya.

Sebab hal itu merupakan sepenuhnya menjadi kewenangan dan tanggung jawab dari Ahyudin selaku Pimpinan Yayasan ACT dan GIP.

Ibnu Khajar dan Hariyana Hermain, kata penasihat hukum, tak dapat menolak perintah dari Ahyudin karena pola relasi atasan dan bawahan dan dalam posisi yang terancam dapat diberhentikan dari pekerjaan dan jabatannya apabila menolak perintah.

“Terdakwa dalam keadaan tertekan secara psikis akibat gaya kepemimpinan Saudara Ahyudin selama ini yang otoriter dan arogan, sehingga tidak berdaya dan tidak memiliki keberanian untuk menolak perintah dari Saudara Ahyudin walaupun sebelumnya berkeberatan terkait penggunaan dana BCIF Boeing yang tidak sesuai peruntukannya,” jelas Virza.

Ahyudin, Ibnu Hajar, dan Hariyana Hermain dituntut empat tahun penjara dalam perkara ini.

“Menjatuhkan pidana penjara terhadap terdakwa Ahyudin selama empat tahun dikurangi selama terdakwa berada dalam tahanan dengan perintah terdakwa tetap ditahan,” kata jaksa penuntut umum saat membacakan amar tuntutan di PN Jakarta Selatan, Selasa (27/12/22).

Ketiga mantan petinggi Yayasan ACT itu didakwa menggelapkan dana ahli waris korban kecelakaan pesawat Lion Air JT 610 yang diberikan oleh perusahaan Boeing sebesar Rp117,98 miliar.

Menurut jaksa, ketiganya telah menggunakan dana BCIF sebesar Rp117.982.530.997 miliar di luar dari peruntukannya tanpa seizin dan sepengetahuan dari ahli waris korban kecelakaan dan dari pihak perusahaan Boeing sendiri.

Atas perbuatannya, ketiganya didakwa melanggar Pasal 374 KUHP Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Tinggalkan Balasan