Berita  

Prabowo-Sandi Usung Kebijakan Pemotongan Pajak Dorong Kinerja UMKM

Jakarta, Kabarberita.id – Juru Bicara Badan Pemenangan Nasional (BPN) Bidang Ekonomi Prabowo Subianto-Sandiaga Uno, Handi Risza, menyatakan kebijakan pemotongan pajak yang diusung Prabowo-Sandi bertujuan mendorong kinerja, khususnya bagi usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) nasional.

“Reformasi perpajakan ini sebagai stimulus untuk mendorong perekonomian. Salah satu caranya itu ingin memotong ‘tax rate’ kita yang masih tinggi dibandingkan negara lain, sehingga menjadikan kita tidak kompetitif,” kata Handi Risza dalam rilis di Jakarta, Senin.

Menurut dia, pemotongan tingkat pajak itu juga akan mendorong perekonomian rakyat semakin tumbuh dan berkembang, sehingga ke depannya juga bakal meningkatkan rasio pajak hingga mencapai target 16 persen.

Sementara itu, Peneliti Ekonomi Islam Universitas Yarsi, Anis Byarwati menuturkan bahwa kebijakan yang diusung oleh paslon nomor dua ini sejalan dengan kebijakan ekonomi Islam yang dipopulerkan oleh Ibnu Khaldun.

Menurut Anis, dengan pajak yang rendah, produktivitas masyarakat akan meningkat dan menghidupkan kegiatan ekonomi di tengah-tengah masyarakat.

“Dengan pajak yang rendah, maka pendapatan justru akan meningkat, karena rakyat yang produktif itu akan menjadi sumber pendapatan bagi negara,” katanya.

Sebelumnya, pengamat perpajakan dari Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Yustinus Prastowo menilai potensi penerimaan pajak UKM belum dioptimalkan oleh otoritas pajak.

“Kontribusi pajak UKM itu kan sekitar Rp6 triliun, masih sangat kecil dibandingkan penerimaan yang sudah Rp1.300 triliun,” kata Yustinus usai jumpa pers terkait Fintax Fair di Jakarta, Selasa (8/1).

Secara hitungan kasar, sebanyak 50 juta pelaku UKM yang didata oleh Badan Pusat Statistik (BPS) berkontribusi terhadap 60 persen PDB atau sekitar Rp8.000 triliun.

Pemerintah sebetulnya sudah mengeluarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 23 Tahun 2018 yang merelaksasi tarif pajak penghasilan (PPh) final bagi wajib pajak usaha kecil menengah (UKM), dari satu persen menjadi 0,5 persen dan berlaku sejak 1 Juli 2018. Pelaku UKM yang bisa memanfaatkan PPh final dengan tarif khusus ini adalah yang memiliki omzet maksimal Rp4,8 miliar setahun.

Menurut Yustinus, belum optimalnya penerimaan pajak UKM dipengaruhi banyak faktor, terutama masih banyaknya jumlah pelaku UKM yang belum terdaftar di Direktorat Jenderal Pajak. Apalagi di tengah berkembangnya bisnis digital, banyak pelaku perdagangan elektronik atau e-commerce yang belum terdata.

Tinggalkan Balasan