PKS Ingatkan GNWU Harus Tetap Jadi Dana Sosial Keagamaan

Jakarta, KabarBerita.id — Gerakan Nasional Wakaf Uang (GNWU) yang diresmikan Presiden Joko Widodo pada Senin (25/1/2021) di Istana Negara, telah menimbulkan reaksi beragam dari kalangan masyarakat.

Ketua Bidang Ekonomi dan Keuangan DPP PKS, Anis Byarwati menilai GNWU adalah bagian dari dana sosial keagamaan yang sudah memiliki syarat dan ketentuan, sebagaimana yang terdapat dalam Fatwa MUI Tahun 2012.

“Oleh sebab itu, GNWU tetap harus menjadi bagian dari dana sosial keagamaan yang peruntukannya untuk kepentingan Umat Islam secara khusus dan masyarakat secara umum,” ujar Anis di Jakarta, Rabu (3/2/2021).

Anis juga menyebut ada respons kekhawatiran masyarakat yang ia nilai wajar. Sebab Pemerintah mengeluarkan GNWU pada saat penyebaran virus Covid-19 sedang tinggi dan kondisi perekonomian sedang berada pada titik terendahnya.

“Wajar jika sebagian masyarakat menilai bahwa Pemerintah memerlukan sumber pendanaan untuk membiayai pembangunan. Walaupun Kementerian Keuangan dan Badan Wakaf Indonesia (BWI) telah menyampaikan klarifikasi bahwa dana yang terkumpul dari GNWU tidak masuk kedalam kas negara. Tetapi, seluruh dana yang terkumpul dari GWNU, sepenuhnya masuk ke badan-badan yang mengurus dana wakaf atau para nazir,” ujarnya.

Anggota Komisi XI DPR RI ini juga mengatakan GNWU yang diinisiasi oleh Pemerintah dan Badan Wakaf Indonesia (BWI) memiliki niat dan semangat yang baik yaitu untuk mengembangkan potensi wakaf uang yang ada di tanah air.
Tetapi peluncuran GNWU tersebut terkesan prematur, jika dilihat dari kesiapan BWI dalam mempersiapkan regulasi, kelembagaan, Sumber Daya Manusia (SDM), teknologi, bahkan literasi wakaf uang yang masih sangat minim ditengah masyarakat. “Tidak bisa dipungkiri, selama ini keberadaan BWI belum mendapat dukungan penuh dari Pemerintah,” tandasnya.

Anis pun memberikan beberapa catatan terkait dengan program GNWU ini. Pertama, dalam menyelenggarakan GNWU, Pemerintah dan BWI harus kembali merujuk kepada Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) tanggal 11 Mei 2002, dimana terdapat lima ketentuan yang diatur dalam Fatwa tersebut. Satu, wakaf uang (cash wakaf / waqf al-nuqud) adalah wakaf yang dilakukan seseorang, kelompok orang, lembaga atau badan hukum dalam bentuk uang tunai.

Dua, termasuk ke dalam pengertian uang adalah surat-surat berharga. Tiga, wakaf uang hukumnya jawaz (boleh). Empat, wakaf uang hanya boleh disalurkan dan digunakan untuk hal-hal yang dibolehkan secara syar’iy. Dan lima, nilai pokok wakaf uang harus dijamin kelestariannya, tidak boleh dijual, dihibahkan, dan/atau diwariskan.

Catatan kedua yang disampaikan Anis, Pemerintah harus memperkuat keberadaan Badan Wakaf Indonesia (BWI) selaku regulator pengelolaan wakaf di Indonesia baik dari sisi regulasi, kelembagaan, keuangan dan SDM. Selama ini, keberadaan BWI belum mendapat perhatian yang maksimal dari Pemerintah.

“Kedepan, keberadaan BWI sangat strategis dalam mengembangkan manajemen GNWU, agar potensi yang terdapat dalam GNWU bisa dioptimalkan. Sehingga peruntukannya bisa dimanfaatkan oleh masyarakat,”ungkap Anis.

Catatan ketiga, Pemerintah dan BWI harus mempersiapkan lembaga pengelola wakaf (nazir), agar kapasitas dan kapabilitas nazir bisa terus ditingkatkan, baik secara kualitas maupun kuantitas. “Selama ini keberadaan nazir belum mendapat perhatian serius. Kedepan, peningkatan kualitas dan kuantitas nazir harus mendapatkan prioritas utama dalam memperbaiki manajemen pengelolaan wakaf uang,” katanya.

Keempat, Pemerintah dan BWI secara bersama-sama harus mengintensifkan sosialisasi GNWU keseluruh lapisan masyarakat. Literasi wakaf secara umum masih sangat rendah, sehingga berdampak terhadap kesadaran dalam menunaikan wakaf uang.

“Peningkatan literasi ini sangat penting, untuk memberikan aksesibilitas masyarakat dalam melakukan wakaf uang. Dalam hal ini terkait proses digitalisasi, inovasi produk serta layanan dari Lembaga Keuangan Syariah Penerima Wakaf Uang (LKS-PWU),” jelas Anis.

Dan catatan kelima dari Anis, Pemerintah perlu melakukan pendekatan yang persuasif dan dialogis dengan ormas-ormas Islam dan partai politik Islam, dalam membuat kebijakan yang berdampak terhadap Umat Islam secara keseluruhan. Pendekatan ini penting, untuk menghindari kecurigaan dan kesalahpahaman dengan kebijakan yang dibuat oleh Pemerintah tersebut.

Tinggalkan Balasan