PKS Bahas Agama di RUU P-KS, Komnas Sindir Kubu Lain

Jakarta, KabarBerita.id — Fraksi PKS di DPR menilai isi Rancangan Undang-undang tentang Penghapusan Kekerasan (RUU PKS) tak dibangun dari nilai agama.
Di sisi lain, pihak pengusul dan sejumlah LSM menilai RUU tersebut disusun dengan keberpihakan pada perempuan sebagai korban yang secara jelas mempertimbangkan nilai-nilai agama.

Anggota Badan Legislasi DPR dari F-PKS Bukhori Yusuf mengatakan lembaga yang paling memiliki kredibilitas mengatur ketika berbicara soal seksualitas sejak awal adalah agama.
Ia mengatakan tidak mendengarkan logika yang dibangun dari nilai-nilai agama yang dijadikan basic berpikir dalam mengonstruksikan pikiran serta RUU ini, Senin (29/3)

Dia menjabarkan, salah satu yang dianggap agak menghindari logika agama, terkait zina yang dianggap sesuatu yang tidak menimbulkan korban tindak pidana secara langsung.

Bukkhori menuturkan, zina adalah perbuatan yang dinyatakan kejahatan atau tindak pidana sejak zaman sebelum Nabi. Pada konteks zina, lanjut dia, Allah mengatur larangan perbuatan tersebut dan melarang pula hal yang berkaitan, termasuk juga kekerasan.

Ia mengatakan konteks logika yang diatur di dalam RUU, sesuatu ruang lingkup yang diatur secara ketat oleh agama, tapi agama tidak disertakan sama sekali.

Untuk diketahui, RUU PKS masuk dalam daftar Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2021. Artinya, RUU PKS menjadi salah satu rancangan regulasi yang pembahasannya diprioritaskan tuntas pada tahun ini.
RUU ini sempat menuai penentangan, terutama dari kalangan konservatif, yang menganggap ada legalisasi zina dan LGBT.

Gusdurian Inayah Wahid selaku Aktivis mengatakan, padahal RUU PKS merupakan peraturan yang hendak menjamin keamanan dan hak-hak korban dari kekerasan seksual.

Ia mengatakan jangan karena tidak menyebutkan LGBT atau zinah kemudian disebut RUU ini mendukung LGBT dan pro zina. Jangan dibalik cara berpikirnya, Rabu (6/2/2019).

Sebagai salah seorang yang turut mendukung dari awal pembahasan RUU PKS, putri Presiden keempat RI Abdurrahman Wahid ini menyatakan penyusunan draf perundangan ini melibatkan banyak tokoh seluruh agama di Indonesia dan perwakilan perempuan.

Landasan RUU PKS ini adalah hasil rekomendasi ulama. Jelas ini tidak seperti judul click bait-nya pro zina. Di dalam RUU PKS lebih menekankan perlindungan terhadap korban,” katanya.

Guru Besar kajian gender dan studi Islam Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Gunung Djati Bandung, Nina Nurmila, menyebut penolakan terhadap RUU PKS berasal dari kelompok-kelompok konservatif yang masih menganggap RUU tersebut melegalkan perzinaan.

Lanjut Nina, pada kelompok konservatif yang menentang kesetaraan gender ini, sangat militan dan pandai menggunakan media sosial untuk menyebarkan hoaks-hoaks mengenai RUU PKS.

Nina mengatakan bahwa mereka juga merekrut anak muda, mempengaruhi dan melakukan kontra narasi dengan menggunakan berbagai media untuk menentang ide progresif, Jumat (12/2020).

Imam Nahe’i selaku Komisioner Komnas Perempuan mengatakan RUU PKS yang revolusioner ini sulit diterima kelompok konservatif karena bisa menjerat lebih banyak jenis kasus kekerasan seksual.

Ia menyindir bahwa dari tiga jenis kekerasan seksual, tiba-tiba menjadi sembilan jenis. Kenaikan dari tiga ke sembilan jenis tentu saja semakin banyak pelaku kekerasan seksual yang bisa ditangkap. Sehingga banyak orang yang juga khawatir.

Isu pokok pembahasan RUU PKS sepanjang tahun 2019 banyak dibenturkan dengan wacana moralitas dalam kerangka agama, hal tersebut berdasarkan catatan komnas perempuan.

Hal itu didapatkan dari pantauan berbagai berita bohong terkait RUU PKS melalui media sosial, diskusi publik dari salah satu fraksi yang menolak, hingga sidang pembahasan Panja Komisi VIII DPR dengan Panja Pemerintah.

Catatan tersebut menyebutkan bahwa wacana-wacana kebohongan tentang RUU PKS yang terfokus pada kerangka moralitas dengan mengatasnamakan nilai keagamaan daripada memfokuskan pada tujuan perancangan RUU PKS untuk pemenuhan hak keadilan korban kekerasan seksual.

RUU tersebut diusulkan oleh Komnas Perempuan berdasar peningkatan kasus kekerasan seksual terhadap wanita.

Menurut Catatan Kekerasan Terhadap Perempuan Tahun 2019 dari Komnas Perempuan, dalam kurun waktu 12 tahun terdapat peningkatan kasus kekerasan 792 persen.

Ada 54.425 kasus kekerasan pada perempuan di Indonesia pada tahun 2018. Dan 431.471 kasus kekerasan pada perempuan pada tahun 2019.

Di tahun yang sama, setidaknya ada 4.124 kasus yang dilaporkan ke lembaga kepolisian, 2.250 ke Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Anak dan 3.510 ke lembaga non pemerintah. Dan hanya 940 kasus yang diproses di Pengadilan Negeri.

Kekerasan Siber

Komnas Perempuan mengusulkan jenis kekerasan berbasis gender siber (KBGS) diatur juga di dalam RUU PKS.
Anggota Komnas Perempuan Siti Aminah Tardi dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dengan Badan Legislasi (Baleg) DPR RI di Kompleks Parlemen, mengatakan dalam naskah akademik RUU PKS di tahun 2017 belum ada terkait kekerasan berbasis gender karena itu kami dorong dimasukan dalam draf RUU ini, Senin (29/3).

Dia menerangkan usulan ini penting untuk direalisasikan karena kasus kekerasan seksual meningkat signifikan dalam setahun terakhir. Menurutnya, KGBS merupakan tindak pidana kekerasan seksual yang dilakukan menggunakan teknologi informasi dan transaksi elektronik. Termasuk tidak terbatas pada mendistribusikan atau mentransmisikan dan membuat dapat diaksesnya informasi elektronik atau dokumen elektronik.

Siti melanjutkan, Komnas Perempuan mengusulkan penambahan pidana 1/3 untuk setiap tindak pidana yang disertai dengan KBGS. Korban kekerasan seksual pun, usulnya, tidak dapat dituntut secara pidana maupun perdata, sebagaimana diatur dalam Pasal 21 draf RUU PKS.

Menurut Siti, salah satu alasan korban kekerasan seksual enggan melaporkan tindak kekerasan yang dialaminya ialah ancaman pelaporan balik dari terduga tersangka tindak kekerasan. Terkait hak korban, tidak jauh berbeda dengan RUU di tahun 2017 namun ada perubahan terkait korban [kekerasan seksual] tidak dapat dituntut pidana dan perdata.

Tinggalkan Balasan