Jakarta, Kabarberita.id – Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) menyatakan putusan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI mengenai pencalonan Ketua Umum Hanura Oesman Sapta Odang (OSO) sebagai anggota DPD RI mengecewakan. “Putusan Bawaslu ini sangat disayangkan dan membuat kecewa,” kata Peneliti Hukum Perludem Fadli Ramadhanil dalam siaran pers di Jakarta, Kamis. Ia menyatakan, sangat mengejutkan Bawaslu dalam putusannya memerintahkan Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk memasukkan OSO ke dalam daftar calon tetap perseorangan Dewan Perwakilan daerah (DPD) untuk Pemilu 2019.
Bawaslu juga dalam putusannya mengatakan, jika nanti yang bersangkutan terpilih, KPU wajib meminta yang bersangkutan untuk mengundurkan diri dari pengurus partai politik, paling lambat satu hari menjelang penetapan calon terpilih di dalam Pemilu 2019. Perludem mengapresiasi ada salah satu anggota Bawaslu, Fritz Edward Siregar, yang telah menyampaikan pendapat berbeda (dissenting opinion) atas perkara tersebut.
Dalam dissenting opinion yang disampaikannya, Fritz menyatakan surat KPU yang meminta OSO mengundurkan diri dari jabatan tidak serta merta menghilangkan hak konstitusional OSO untuk tetap masuk dalam daftar calon tetap. “Sudah sepantasnya konsistensi anggota Bawaslu Fritz Edward Siregar untuk berpemilu secara konstitusional juga menjadi panduan dalam Pengawasan dan penegakan hukum pemilu oleh anggota Bawaslu lainnya,” ujarnya. Fadli mengatakan, awalnya Perludem sempat khawatir putusan semacam ini muncul, namun Perludem percaya Bawaslu akan jadi lembaga yang akan menjadi penegak keadilan pemilu, sesuai dengan jargon yang disuarakan selama ini. “Namun ternyata semua itu runtuh, ketika Bawaslu untuk kasus mantan narapidana korupsi dilarang untuk menjadi calon anggota legislatif begitu konsisten merujuk konstitusi dan putusan Mahkam Konstitusi (MK) agar menjadi tertib hukum dalam pemilu, kali ini justru berbalik,” tegasnya. Menurutnya, putusan MK No. 30/PUU-XVI/2018 yang secara eksplisit menyebutkan sejak Pemilu 2019 dan pemilu-pemilu setelahnya, pengurus partai politik tidak dibolehkan lagi menjadi calon anggota DPD, telah diputarbalikkan oleh Bawaslu.
Bawaslu dianggap memberi norma baru, bahwa boleh saja OSO yang notabene tidak mau mundur sebagai pengurus partai politik tetap menjadi calon anggota DPD, sepanjang nanti ketika terpilih mengundurkan diri menjadi anggota partai politik.
“Norma yang sama sekali tidak ada rujukan dan cantelan hukumnya dalam undang-undang ataupun putusan MK manapun,” tegasnya. Ia menekankan, putusan Bawaslu jelas sesuatu yang keliru. Putusan itu tidak ada dasar hukumnya. Terlebih pondasi putusan MK berbicara terkait dengan syarat pecalonan, bukan syarat calon terpilih, kata dia. “Pada titik pencalonan lah larangan terhadap pengurus partai politik itu untuk ikut serta sebagai kontestasi pemilu. Bukan setelah terpilih dan syarat ditetapkan sebagai calon terpilih,” ujar dia. Perludem memandang saat ini persiapan Pemilu 2019 berada di lampu kuning. Jika pelaksanaan tahapan yang berkali-kali keluar dari pakem hukum konstitusi seperti ini terus dibiarkan,, integritas penyelenggaraan pemilu akan menjadi taruhan.
“Publik akan dibuat bingung dan bisa tidak percaya terhadap proses penyelenggaraan pemilu jika penyelenggara pemilu itu sendiri tak mematuhi sebuah ‘constitutional statement’ untuk pelaksaaan pemilu,” jelasnya. Oleh sebab itu, Perludem menilai peringatan untuk berhati-hati atas kerja dan kinerja kelembagaan Bawaslu sebagai bagian dari penegak keadilan pemilu perlu diberikan, sembari berharap Pemilu 2019 tetap bisa terlaksana dengan baik dan demokratis.
“Jangan sampai konstitusionalitas pemilu dipertanyakan karena menyertakan orang yang tidak memenuhi syarat sebagai peserta pemilu,” ujarnya. Sebelumnya Bawaslu RI memutuskan memerintahkan KPU RI memasukkan nama Oesman Sapta Odang dalam daftar calon tetap anggota DPD RI 2019.
Namun jika OSO terpilih dalam pileg, yang bersangkutan diwajibkan mundur dari kepengurusan parpol untuk bisa ditetapkan sebagai calon terpilih.