Jakarta, KabarBerita.id — Apa itu KDRT? Artis Indonesia Lesti Kejora diketahui telah melaporkan suaminya Rizky Billar atas dugaan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) usai ada isu perselingkuhan.
Mendengar hal tersebut, Lesti Kejora meminta untuk dipulangkan kepada orangtuanya. Tapi Rizky Billar justru emosi dan melakukan tindak KDRT terhadap istrinya.
Laporan tersebut dibenarkan oleh AKP Nurma Dewi selaku Kasi Humas Polres Metro Jakarta Selatan.
KDRT singkatan dari Kekerasan Dalam Rumah Tangga. KDRT merupakan tindak kekerasan yang banyak terjadi di ranah personal berbasis gender. KDRT merupakan tindakan melawan hukum dan telah diatur dalam undang-undang.
Pengertian arti KDRT ini selaras dengan dasar hukum KDRT yaitu Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (UU PKDRT).
Dalam Pasal 1 UU PKDRT disebutkan KDRT adalah setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologis, dan/atau penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga.
Apa yang dimaksud dengan KDRT dan Penyebabnya?
Melansir dari situs resmi Komnas Perempuan, Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) banyak terjadi dalam hubungan relasi personal, dimana pelaku biasanya adalah orang yang dikenal baik dan dekat oleh korban. Misalnya tindak kekerasan yang dilakukan oleh suami terhadap istri, kekerasan oleh ayah terhadap anak, kekerasan oleh paman terhadap keponakan, atau kekerasan oleh kakek terhadap cucu.
Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) juga dapat terjadi dalam hubungan pacaran, atau dapat juga dialami oleh orang yang bekerja membantu kerja-kerja rumah tangga dan menetap dalam rumah tangga tersebut. Selain itu, KDRT dimaknai pula sebagai kekerasan terhadap perempuan oleh anggota keluarga yang memiliki hubungan darah.
Apa itu KDRT dan Contoh Bentuk Tindak KDRT?
Tindak kekerasan apa saja yang termasuk dalam KDRT? Dalam Pasal 5 UU PKDRT disebutkan bahwa setiap orang dilarang melakukan kekerasan dalam rumah tangga terhadap orang dalam lingkup rumah tangganya dengan cara atau bentuk kekerasan berikut ini.
Bentuk-bentuk kekerasan termasuk KDRT adalah:
Kekerasan fisik: perbuatan yang mengakibatkan rasa sakit, jatuh sakit, atau luka berat.
Kekerasan psikis: perbuatan yang mengakibatkan ketakutan, hilangnya rasa percaya diri, hilangnya kemampuan untuk bertindak, rasa tidak berdaya, dan/atau penderitaan psikis berat pada seseorang.
Kekerasan seksual: pemaksaan hubungan seksual dalam lingkup rumah tangga.
Penelantaran rumah tangga: perbuatan yang mengakibatkan ketergantungan ekonomi.
Berdasarkan Pasal 1 angka 1 Undang Undang (UU) Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (UU PKDRT) KDRT adalah setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologis, dan/atau penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga.
Dilansir dari laman Hukum Online berdasarkan Pasal 5 juga telah memberikan larangan bagi setiap orang untuk melakukan kekerasan baik kekerasan fisik, kekerasan psikis, kekerasan seksual maupun penelantaran rumah tangga terhadap orang dalam lingkup rumah tangganya.
Kemudian di Pasal 26 ayat (1) menentukan bahwa yang dapat melaporkan secara langsung adanya KDRT kepada polisi adalah korban. Sebaliknya, keluarga atau pihak lain tidak dapat melaporkan secara langsung adanya dugaan KDRT kecuali telah mendapat kuasa dari korban hal ini diatur dalam Pasal 26 ayat (2).
Ancaman pidana terhadap kekerasan fisik dalam lingkup rumah tangga ini adalah pidana penjara pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau denda paling banyak Rp15 juta. Hal ini diatur dalam Pasal 44 ayat (1) UU PKDRT.
Dan khusus bagi KDRT yang dilakukan oleh suami terhadap istri yang tidak menimbulkan penyakit atau halangan untuk menjalankan pekerjaan jabatan atau mata pencaharian atau kegiatan sehari-hari, ancaman pidananya adalah pidana penjara paling lama 4 bulan atau denda paling banyak Rp5 juta (Pasal 44 ayat (4)).