Jakarta, KabarBerita.id – Kontribusi pembiayaan dari perbankan terhadap perekonomian domestik kian rendah jika dibandingkan dengan sumbangan pasar modal, yang terindikasi dari penyaluran pembiayaan instrumen non-bank yang tumbuh 24,1 persen secara tahunan (year on year/yoy), sedangkan kredit hanya tumbuh 7,47 persen (yoy) hingga November 2017.
Gubernur Bank Indonesia (BI) Agus Martowardojo di Jakarta, Kamis, mengatakan pertumbuhan pembiayaan melalui instrumen pasar modal mencapai Rp276,5 triliun selama Januari hingga November 2017, atau berkebalikan dengan pertumbuhan kredit perbankan yang hingga akhir tahun saja diperkirakan akan gagal tumbuh dua digit.
Bank Sentral memperkirakan pertumbuhan kredit perbankan hanya akan mencapai delapan persen (yoy) pada akhir 2017.
“Dari sisi penyaluran kredit kami lihat masih ada tantangan. Tapi pembiayaan melalui pasar modal per November 2017 total Rp276,5 triliun atau naik 24 persen dibanding November 2016,” ujar Agus.
Agus merinci instrumen pembiayaan yang paling banyak digunakan di pasar modal adalah obligasi dengan penyerapan dana mencapai Rp162,7 triliun. Kemudian instrumen saham sebesar Rp73,8 triliun dan surat utang jangka menengah, sertifikat deposito, dan “Promissory Notes” yang secara kumulatif sebesar Rp40 triliun.
Bank Sentral sebelumnya memaparkan penyebab pertumbuhan kredit perbankan masih melambat adalah permintaan kredit yang masih lesu dari nasabah korporasi dan individu. Hal itu terlihat dari banyaknya kelebihan likuiditas bank yang disimpan di giro BI dan juga tingginya tingkat kredit yang tidak terpakai dari bank (undisbursed loan).
Menurut data Otoritas Jasa Keuangan (OJK), hingga kuartal III 2017, kredit perbankan yang “menganggur” mencapai Rp1.400 triliun atau naik 9,62 persen (year on year/yoy) dibandingkan periode sama 2016,
Penyebab lainnya mengenai seretnya kredit perbankan adalah sikap perbankan yang masih berhati-hati untuk menyalurkan kredit demi perbaikan aset.
Ketua DK OJK Wimboh Santoso sebelumnya mengatakan sebenarnya ada dampak positif dari tingginya pembiayaan dari pasar modal dibandingkan perbankan. Sebab, hal itu melambangkan instrumen pembiayaan jangka panjang dari industri jasa keuangan, khususnya bagi proyek infrastruktur sudah semakin beragam.
Sehingga, pembiayaan perekonomian tidak hanya bergantung dari kredit perbankan.
Namun, Wimboh mengharapkan bank tetap harus mengoptimalkan fungsi intermediasnya dengan menyalurkan kredit ke sektor dan segmen yang lebih spesifik.