Kabarberita.id, Pembangunan daerah Jambi sampai tahun 2021 dilandaskan pada visi yang dikenal dengan TUNTAS. Tiga komponen visi terkait langsung dengan bidang ekonomi.
Unggul, tangguh dan adil dicapai dengan menggunakan beberapa indikator capaian yaitu peningkatan nilai indeks pembangunan manusia (IPM), pertumbuhan ekonomi serta penurunan nilai Gini ratio. Ini bermakna ekonomi Jambi harus bertumbuh yang disertai dengan pendapatan masyarakat yang semakin merata, dan kualitas kesehatan dan pendidikan yang membaik.
Dengan penduduk yang diperkirakan 3,5 juta, saat ini Propinsi Jambi terus berkembang. Pertambahan penduduk harus diringi dengan peningkatan kesejahteraannya. Mulai dari petani karet, sawit, kelapa, kentang dan komoditas utama Jambi lainnya; para pedagang dan pengusaha serta masyarakat luas lainnya.
Ini menjadi kewajiban semua, terutama Pemerintah Daerah, baik Propinsi maupun Kota/Kabupaten. Apalagi hal ini biasanya menjadi janji kampanye saat Pilkada.
Pada saat ini setidaknya ada tiga pekerjaan rumah utama terkait pembangunan ekonomi Jambi, yang patut menjadi perhatian semua. PR pertama terkait dengan kondisi makroekonomi regional. Sampai tahun 2017, Jambi mengalami perlambatan dalam perkembangan ekonomi.
Pertumbuhan ekonomi Jambi pernah berjaya melewati rata-rata pertumbuhan baik daerah-daerah di Sumatera maupun rata-rata nasional. Namun pada tahun 2015 dan 2016, pertumbuhan ekonomi Jambi sebaliknya berada di bawah rata-rata seluruh Indonesia dan Sumatera (2016).
Melambatnya pergerakan ekonomi Jambi kurun waktu terakhir dapat disebabkan beberapa faktor. Pertama booming sektor pertambangan seperti batubara sudah selesai. Jambi merupakan salah satu daerah sumber ekspor batu bara nasional.
Semasa krisis keuangan global 2009, batu bara menjadi sumber pertumbuhan baru bagi ekonomi Jambi. Namun regulasi Pemerintah, ketersediaan dan situasi ekonomi dunia menyebabkan kontribusi sumberdaya yang tidak dapat diperbaharui ini terus menurun.
Kedua, perekonomian Jambi hampir sepertiganya masih disumbangkan secara langsung oleh sektor pertanian. Perkembangan perkebunan kelapa sawit selama dua dekade belakangan diakui berkontribusi banyak bagi kenaikan pendapatan masyarakat Jambi.
Seperti halnya harga CPO, turunnya harga minyak dunia juga menyebabkan harga ekspor karet alam turun. Negara importir beralih ke karet sintetik yang menggunakan bahan bakar minyak sebagai input utama. Faktor regulasi impor beberapa negara seperti China mendorong lebih ke bawah lagi harga karet di dalam negeri.
PR kedua terkait dengan kesenjangan antardaerah. Propinsi Jambi ternyata masih menghadapi persoalan kesenjangan pembangunan yang signifikan. Laju perkembangan ekonomi kurun waktu terakhir sangat bervariasi, mulai yang tertinggi di atas 7 persen, sampai ada yang di bawah 2 persen per tahun.
Kontras dengan teori makroekonomi, dua daerah yang pertumbuhan ekonomi terendah di Jambi adalah sekaligus daerah dengan tingkat kemiskinan tertinggi, yaitu Tanjung Jabung Barat dan Tanjung Jabung Timur. Kedua kabupaten ini sekaligus juga merupakan daerah dengan nilai IPM terendah, jauh di bawah rata-rata kabupaten kota di Jambi maupun nasional.
Ini mengindikasikan secara ekonomi daerah-daerah ini kurang berkembang, juga kinerja pembangunan di bidang pendidikan dan kesehatan belum baik. Untuk kemiskinan bisa jadi ada kelemahan dalam metode pengukuran oelh BPS, karena ada beberapa indikator buruk yang sudah menjadi budaya setempat seperti kondisi sanitasi.
Namun daerah tersebut dapat belajar dari perubahan budaya buang air di Jambi seberang kota yang sudah lebih bersih dan sehat seperti kondisi saat ini. Tentu ini didukung keberadaan infrastruktur saluran air bersih.
Menurut Williamson, kesenjangan antar wilayah memang mencapai puncak saat pertumbuhan pendapatan masyarakat secara keseluruhan mencapai tingkat menengah, seperti di Jambi saat ini. Lingkaran setan (vicious circle) kesenjangan pembangunan antar wilayah dapat diputuskan dengan investasi.
Pemerintah Daerah secara serius perlu memikirkan kebijakan afimatif untuk mengalokasikan sumberdaya untuk mendorong investasi yang lebih besar di daerah-daerah kantong kemiskinan dan yang masih rendah pertumbuhan ekonominya. Namun strategi seperti pembangunan infrastruktur (pelabuhan, jalan) harus dikaji secara cermat, apakah betul akan mampu menarik ke belakang dan ke depan aktivitas perekonomian masyarakat lokal.
Pembangunan daerah harus diartikan sebagai “upaya peningkatan kapasitas ekonomi masyarakat setempat”, bukan hanya mendatangkan investor dari luar namun bersifat eksklusif.
PR ketiga adalah mencari sumber pertumbuhan baru. Tugas terakhir ini sekaligus sebagai alternatif untuk memecahkan persoalan pertama dan kedua. Daerah-daerah lain saat ini juga melakukan pencarian potensi baru dalam pembangunan ekonomi. Sehingga bila Propinsi Jambi berdiam diri, jurang ketertinggalan dibanding daerah lain akan semakin dalam.
Setidaknya ada dua hal yang dapat didorong sebagai sumber pertumbuhan ekonomi baru, yaitu peningkatan nilai tambah berbasis sumberdaya setempat (hilirisasi) dan pengembangan sektor pariwisata. Meskipun keduanya bukan isu baru, namun diperlukan terobosan yang secara serius harus difasilitasi oleh Pemerintah Daerah.
Sebagai contoh setiap Kabupaten di Jambi harus mempunyai minimal satu contoh keberhasilan dalam hilirisasi. Misalnya komoditas kelapa dalam dari daerah Tanjung Jabung selama ini banyak dibawa dalam butiran utuh ke luar propinsi. Padahal di perkotaan sekarang konsumen mulai kembali mengkonsumsi minyak goreng dari kelapa dalam.
Seperti era 1970 dan 80-an dimana minyak goreng dari sawit belum dikenal. Namun harga jual minyak dari kelapa dalam saat ini lebih dari dua kali minyak sawit. Berbagai pilihan produk turunan kelapa yang sudah dieskpor ke mancanegara dalam varians organik dapat dipelajari semisal dari web PT Javara. Kerjasama usaha seyogyanya dapat dirintis sehingga petani kelapa di salah satu daerah sentra produksi Indonesia lebih berdaya.
Alternatif untuk mengantisipasi fluktuasi harga produk perkebunan di pasar dunia adalah dengan sistem pemasaran yang lebih baik dan pengolahan lebih lanjut produk karet dan minyak sawit. Untuk karet, sebagai contoh impor produk olahan dari karet alam juga, yaitu benang karet, bahan baku penting untuk ragam produk, masih 100 persen.
Investasi dan teknologi untuk pengolahan produk sebetulnya masih terjangkau oleh investor dalam negeri. Tidak ada salahnya Propinsi Jambi sebagai salah satu sentra karet terbesar menjadi pelopor industri olahan karet yang lebih modern. Selain mengembangkan apa yang sudah dilakukan oleh petani pelopor di Desa Muhajirin di Kabupaten Muaro Jambi yang sudah berhasil mendiversifikasi produk karet dari bokar menjadi nonsmoke sheet, yang mempunyai harga jual lebih dari dua atau tiga kali yang biasa.
Jambi juga merupakan daerah penghasil kentang terbesar di Indonesia di luar Pulau Jawa. Selama ini kentang di Jambi dibawa ke luar daerah termasuk ke Jawa. Upaya peningkatan nilai tambah masih belum banyak dilakukan. Sebagai daerah sentra tidak ada salahnya Jambi menjadi pelopor untuk produk makanan ringan mimimal memasok kebutuhan di Sumatera.
Petani dan Pemerintah Daerah dapat belajar kepada petani tokoh kentang nasional yaitu Pak Khudori di Pengalengan, yang tidak saja berhasil meningkatkan produktivitas kentang dengan varietas rakitannya sendiri, namun juga melakukan pengolahan produk yang sudah dipasarkan ke pasar-pasar ritel.
Tentu setiap daerah dapat memetakan produk unggulannya, bukan hanya sebatas produksi komoditas primer, namun juga produk olahannya, baik pangan, hortikultura, perkebunan maupun perikanan. Yang di atas hanya beberapa contoh saja.
Sumber potensi ekonomi baru kedua antara lain adalah pengembangan sektor pariwisata. Di Jambi masih terdapat beberapa potensi pariwisata. Dalam skala yang lebih kecil untuk memenuhi permintaan lingkup lokal dapat dibangun jasa-jasa taman hiburan atau sarana bermain yang disertai dengan wisata edukasi seperti outbond dll.
Untuk sasaran wisatawan dari luar, baik wisdom maupun wisman, beberapa spot yang mempunyai potensi besar harus dikembangkan secara lebih serius. Dengan berkembangnya daerah wisata di pantai barat Sumatera, daerah-daerah Kerinci dan Merangin dapat lebih dipromosikan kepada wisatawan yang ingin melanjutkan eksplorasi atau pengguna lainnya (iklan perusahaan).
Pengembangan potensi wisata kuliner juga harus dilakukan secara lebih serius. Jambi mempunyai potensi buah-buahan lokal yang unggul. Berbagai varietas durian dan duku harus dijaga kelestariannya. Gerai seperti durian Ucok di Medan atau durian jatuhan di Pandeglang belum dijumpai di Jambi. Produk-produk olahan dari ikan juga banyak tersedia. Kebanggaan terhadap makanan khas Jambi harus lebih dipopulerkan.
Semua PR di atas dapat di-tuntaskan bila pimpinan Propinsi Jambi bekerjasama dan berkoordinasi dengan baik dengan pimpinan kabupaten dan kota. Prestasi pimpinan tidak semata-mata merupakan prestasi individu, namun lebih lagi adalah akumulasi prestasi pimpinan dan segenap jajaran di bawahnya, dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
sumber : REPUBLIKA.CO.ID