Berita  

Partai Jepang Izinkan Perempuan Hadiri Rapat tanpa Hak Suara

Jakarta, KabarBerita.id — Partai berkuasa di Jepang, Demokrat Liberal, menginginkan lebih banyak anggota parlemen perempuan terlibat dalam pertemuan penting. Langkah ini pun dikritik cuma sebagai pencitraan.
Hal itu diutarakan setelah kasus pernyataan mantan Ketua Olimpiade Tokyo, Yoshiro Mori, yang dinilai merendahkan wanita atau seksis. Ia menyebut menyebut bahwa pejabat perempuan terlalu banyak berbicara dalam setiap pertemuan pemerintah.

Pernyataan kontroversial itu dinilai merupakan salah satu contoh sentimen seksisme yang mengakar dalam budaya masyarakat Jepang. Mori akhirnya mengundurkan diri dari jabatan Ketua Olimpiade setelah pernyataannya menjadi sorotan publik dalam negeri dan internasional.

Partai Demokrat Liberal pun mengusulkan kebijakan baru yang memungkinkan lima anggota parlemen terlibat dalam pertemuan penting partai sebagai pengamat.

Sekretaris Jenderal Partai Demokrat Liberal, Toshihiro Nikai, juga mengaku bahwa selama ini cukup banyak mendengar kritik publik yang menganggap bahwa partainya sangat didominasi oleh politikus laki-laki.

Nikai lantas mengatakan bahwa penting bagi anggota perempuan untuk turut “melihat” proses pengambilan keputusan partai.

“Penting bagi anggota perempuan partai memahami sepenuhnya diskusi apa yang sedang terjadi dan melihat tentang apa itu,” kata Nikai dalam jumpa pers pada Selasa (16/2) malam.

Meski anggota partai perempuan hadir dalam rapat, mereka tidak dapat berbicara selama pertemuan. Surat kabar Nikkei melaporkan bahwa para anggota partai perempuan baru bisa menyampaikan pendapat secara terpisah ke kantor sekretariat partai.

Berdasarkan Indeks Kesenjangan Gender Global 2020 World Economic Forum, Jepang memang berada di peringkat 121 dari 153 negara terkait partisipasi perempuan dalam ekonomi dan politik negara.

Selama ini, jumlah politikus dan pejabat perempuan memang cenderung meningkat namun peran mereka masih kecil. Tak jarang, beberapa aturan pemerintahan mewajibkan pejabat perempuan untuk tetap diam dalam pertemuan pemerintah. Hal itu telah lama menuai kritik di media sosial.

Dikutip Reuters, sekelompok anggota parlemen Partai Demokrat Liberal meminta Nikai menambah jumlah perempuan untuk memegang posisi kunci partai pada pekan ini.

Namun, beberapa pengamat menuturkan bahwa keterlibatan perempuan dalam politik hanya sebagai bentuk kebutuhan pencitraan saja.

“Orang-orang hanya akan menempatkan wanita sebagai sebuah Public Relation exercise saja,” kata seorang sosiolog budaya Universitas Waikato, Selandia Baru, Belinda Wheaton.

“Saya pikir ini saatnya mengajukan pertanyaan mengapa kita menganggap bahwa pria 70-80 tahunan mampu melakukan tugas yang lebih baik dibandingkan pria berusia 40-50 tahunan atau wanita,” kata dia.

Tinggalkan Balasan