Editorial KabarBerita
Edisi Kamis 25 Oktober 2018
Publik sedang diramaikan dengan makin banyaknya kasus hukum yang menjerat para elit. Ada yang berkasus karena dilaporkan di kepolisian. Ada yang bermasalah dengan tertangkap di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Publik sudah tahu beda kasus di kepolisian dan KPK. Kepolisian bisa melakukan penghentikan kasus (SP3) jika pada proses penyelidikan dan penyidikan tidak ditemukan kemajuan yang berarti.
Sementara, KPK jika sudah menetapkan tersangka tidak dapat menghentikan kasus yang ditangani. Artinya dua alat bukti yang dimiliki KPK untuk menjerat seseorang menjadi tersangka mestilah harus sangat-sangat kuat.
Sejak Joko Widodo menjadi presiden, jurang antara kubu pemerintah dan oposisi semakin tegas. Hal ini tentu tak menjadi soal. Di banyak negara, perlu ada oposisi yang bisa mengontrol kebijakan pemerintah. Jika adu argumen dalam batas perpolitikan tak masalah. Tetapi jika hal itu sampai dibawa ke ranah hukum, maka menjadi bias antara kepentingan politik dan penegakan hukum.
Kita paham kepolisian dan kejaksaan berada di bawah kendali presiden. Sementara KPK adalah lembaga superbodi yang independen. Menariknya, sejak pemerintahan Jokowi tahun 2004, ada banyak tokoh politik yang berurusan dengan hukum.
Di kepolisian ada yang sampai menjadi tersangka diantaranya Habib Rizieq Shihab dilaporkan di Polda Metro dan Polda Jabar. Kivlan Zein, Adityawarman, Ratna Sarumpaet, Firza Huzein, Eko, Alvin Indra, Rachmawati Soekarnoputri, Hatta Taliwang dan Sri Bintang Pamungkas berkasus menjadi tersangka Makar.
Ahmad Dhani juga jadi tersangka di Polda Metro Jaya. Kemudian Muhammad Al Khattath, Alfian Tanjung dan Munarman juga deretan yang menjadi tersangka. Lalu Ustadz Adnin Armas juga menjadi tersangka di Polda Metro Jaya.
Sementara itu, ada yang bolak-balik diperiksa oleh polisi menjadi saksi. Diantaranya Ustadz Bachtiar Nasir, Ketua Majelis Syuro PKS Habib Salim Segaf dalam kasus Fahri. Teranyar Amien Rais diperiksa dalam kasus Ratna Sarumpaet dan Presiden PKS Mohamad Sohibul Iman bolak-balik diperiksa dalam kasus Fahri yang sempat dicabut laporannya oleh pelapor.
Dan jangan lupakan kasus Rizal Ramli yang dilaporkan Surya Paloh sudah naik dalam tahap penyidikan meski Rizal sama sekali belum diperiksa. Kasus yang menyeret Sohibul Iman juga sudah naik ke tahap penyidikan meski pelapor sudah sempat mencabut laporannya.
Jangan lupakan nama Sylviana Murni saat maju menjadi calon wakil gubernur DKI. Beberapa kali ia dipanggil polisi dengan dugaan kasus yang muncul kembali dari sejak ia menjabat wali kota di Jakarta.
Selain itu ada beberapa tokoh lain yang dilaporkan ke polisi karena kasus penistaan agama dan pencemaran nama baik. Basuki Tjahaja Purnama adalah yang paling fenomenal. Banyak turunan kasus hukum yang muncul akibat kasus yang ditimbulkan oleh Ahok ini. Selain menyeret Buni Yani sebagai penggungah, banyak tokoh-tokoh yang disebut diatas berurusan dengan hukum usai kasus Ahok mencuat.
Lalu ada nama Sukmawati saat berkasus puisi. Namun terakhir kasusnya di SP3. Kemudian ada nama Victor Laiskodat, ketua Fraksi Nasdem yang dilaporkan secara resmi oleh institusi partai lain yang menjadi oposisi. Hingga menjadi Gubernur NTT, Victor belum pernah diperiksa oleh polisi meski dilaporkan oleh dua partai oposisi.
Secara umum, dapat kita lihat jika tokoh-tokoh politik dan nasional yang banyak berkasus di Polisi selama era pemerintahan Joko Widodo adalah tokoh-tokoh oposisi dan para ulama atau tokoh agama. Sementara tokoh politik dari partai-partai pendukung pemerintah sedikit jumlahnya yang kasusnya lanjut di kepolisian.
Selain itu, sebagian kasus-kasus di atas yang belum jelas akhirnya. Sebagai kasus yang menyita perhatian publik, sebaiknya Polri mengungkapkan hasil terbaru penyidikan dan penyelidikan kasus-kasus di atas. Apakah akan dihentikan dengan SP3 (seperti kasus Hbib Rizieq dan Sukmawati) atau sudah dilimpahkan ke kejaksaan sehingga kita bisa simak sama-sama proses peradilannya.
Kita sangat percaya Polri sebagai institusi penegak hukum telah bekerja secara profesional. Kita akan terus berikan dukungan kepada Polri agar bisa berbuat adil dengan menerapkan prinsip equality before the law. Prinsip semua sama di mata hukum menjadi ujian besar bagi penegakan hukum Pemerintahan Jokowi-JK. Kita berharap satu tahun terakhir penegakan hukum Jokowi bisa merasakan keadilan dengan definisi adil sebenar-benarnya.
Tim RedaksiĀ
KabarBerita