Jakarta, KabarBerita.id — Sejumlah badan otonom Organisasi Muhammadiyah mengajukan uji materi Pasal 46 ayat (3) UU Penyiaran dan Pasal 13 huruf B dan C UU Pers ke Mahkamah Konstitusi (MK), terkait dengan iklan dan promosi rokok.
“Iklan dan promosi rokok mengancam hak hidup dan hak untuk mempertahankan kehidupan,” ujar kuasa hukum pemohon, Hery Chairiansyah di Gedung MK Jakarta, Senin (30/10).
Para pemohon menyebutkan bahwa ketentuan-ketentuan a quo masih memperkenankan promosi rokok asalkan tidak memperagakan wujud rokok, dan hal ini kemudian dinilai sebagai salah satu ketidakadilan yang bertentangan dengan prinsip-prinsip kepastian hukum.
Pemohon berpendapat bahwa rokok merupakan salah satu bentuk zat adiktif, namun masih diperbolehkan untuk beriklan.
Meskipun rokok dianggap produk legal, secara yuridis formal, rokok ditempatkan sebagai bukan barang konsumen normal yang peredaran dan konsumsinya bisa disamakan dengan produk lain, karena rokok dikenai pita cukai, jelas pemohon.
Para pemohon mengatakan bahwa untuk mencapai prinsip keadilan dan kepastian hukum dan perlakuan yang sama di depan hukum, maka ketentuan Pasal 46 ayat (3) huruf b sepanjang frasa “bahan dan zat-zat adiktif” haruslah dimaknai termasuk rokok sebagai produk olahan tembakau yang bersifat adiktif.
“Karena bahwa secara yuridis, rokok sebagai produk hasil olahan tembakau yang bersifat adiktif adalah produk yang dapat mengganggu dan membahayakan kesehatan perorangan keluarga, masyarakat, dan lingkungan,” jelas Hery.
Pemohon dalam dalilnya kemudian menegaskan bahwa iklan rokok merupakan ancaman bagi hak hidup setiap orang karena dapat mempengaruhi konsumen agar menggunakan produk rokok.
Dalam perkara ini, tercatat sebagai pemohon adalah Pemuda Muhammadiyah, Ikatan Pelajar Muhammadiyah, Nasyiatul Aisyah, beserta Yayasan Lembaga Pemberdayaan Sosial Indonesia.