Moeldoko Tak Muncul Sejak Jadi Ketum Demokrat KLB

Jakarta, KabarBerita.id — Kepala Kantor Staf Presiden (KSP) Jendral TNI (Purn) Moeldoko seolah hilang ditelan bumi sejak didaulat menjadi Ketua Umum Partai Demokrat versi Kongres Luar Biasa (KLB) Sibolangit, Deli Serdang, Sumatera Utara pada 5 Maret lalu.
Beberapa kali kubu KLB menggelar konferensi pers pascakegiatan di Deli Serdang tersebut, termasuk di rumah Moeldoko di kawasan Menteng, namun mantan Panglima TNI itu tak sekalipun ada di antara mereka. Termasuk, terakhir yang digelar Damrizal dan Max Sopacua cs di Hambalang, Bogor, Kamis (25/3), kubu yang kemudian disebut KLB abal-abal oleh Partai Demokrat kubu Agus Harimurti Yudhyono (AHY).

Bukan hanya hilang dari peredaran sebagai Ketua Umum Partai Demokrat kubu Sibolangit, Moeldoko juga seolah tak pernah menampakkan dirinya sebagai Kepala Staf Presiden di depan khalayak. Meskipun demikian, merujuk pada laman resmi Kantor Staf Presiden (KSP), Moeldoko terbilang masih tetap aktif menerima audiensi-audiensi pihak yang bertemu atau rapat dengannya.

Beberapa di antaranya: memimpin rakor tim percepatan penyelesaian konflik agraria secara daring, Senin (8/3); memanggil manajemen PT Asuransi Jiwasraya (Persero) ke kantornya, Kamis (10/3); memimpin rakor percepatan penyelesaian konflik lokasi prioritas agraria di Kantor Gubernur Bali, Denpasar, Kamis (18/3); menerima curhatan diaspora Indonesia di AS secara daring, Selasa (23/3); dan menerima audiensi DPP Mathlaul Anwar di kantornya, Kamis (25/3).

Direktur Eksekutif Parameter Politik Indonesia Adi Prayitno menilai, ada beberapa kemungkinan Moeldoko tak muncul di permukaan. Adi melihat sikap Moel bisa jadi didasari tekanan yang dia terima untuk mundur dari jabatannya sebagai Kepala Staf Presiden, terutama dari pendukung Presiden RI Joko Widodo (Jokowi). Sementara itu, Demokrat AHY lebih cenderung mendesaknya mundur dari posisi yang diberikan KLB abal-abal.

“Karena yang minta mundur justru pendukung Jokowi, katanya biar enggak ada conflict of interest. Karena orang yang interaksi dengan presiden langsung, tentu presiden akan dikaitkan dengan kisruh ini,” kata Adi, Jumat (26/3).

Apalagi kata dia, sentimen atas kisruh ini juga sangat negatif. Jokowi juga jadi ikut terbawa dengan konflik internal partai ini lantaran Moeldoko berada di sisi yang memang dekat dengan orang nomor satu di Indonesia itu.

Hal lain yang juga bisa jadi kemungkinan tak munculnya Moeldoko di hadapan publik menurut Adi, bisa jadi karena sadar dirinya tak banyak tahu soal Demokrat. Meski telah didaulat peserta KLB Deli Serdang jadi ketua umum, toh Moeldoko tetap merupakan orang luar partai penguasa kurun waktu 2004-2014 itu.

Moeldoko memang tak pernah menjadi kader Partai Demokrat. Secara tiba-tiba orang luar yang hanya tahu cangkang, justru didaulat menjadi ketua oleh KLB yang diinisiasi salah satunya oleh anggota DPR Fraksi Demokrat dari Dapil Sumatera II, Johni Allen Marbun tersebut.

Atas dasar ini, bisa jadi, Moeldoko sengaja tak berbicara dan hanya mengerahkan anak buahnya yang memang sebelumnya orang dalam partai.

“Dia enggak paham anatomi konflik di dalam jadi yang muncul second line. Ini juga untuk kurangi hal-hal, komentar, atau statement yang memang tidak diketahui Moel. Memang dia enggak kader. Outsider makanya bisa jadi membuat dia hati-hati,” kata Adi.

Sikap Moeldoko ini memang kata Adi menimbulkan banyak spekulasi di publik. Apalagi kisruh atau perebutan di partai bukan hanya kali ini terjadi di Indonesia. Pada pertentangan-pertentangan partai sebelumnya, biasanya para ketua umum yang kerap maju di medan perang.

“Biasanya dulu kalau lihat PPP, Golkar, PKB itu Ketua Umum versi masing-masing agresif mengklaim dirinya, kelompoknya, kepengurusannya yang sah,” kata dia.

“Yang jadi pertanyaan orang di tengah ini justru pak Moel, enggak pernah muncul itu yang jadi bikin pertanyaan. Mestinya konflik ini perang yang pimpin ketua umum, bukan anak buah lagi,” lanjutnya.

Tinggalkan Balasan