Kabarberita.id— Tasikmalaya adalah kota yang terkenal dengan julukan ‘Kota Santri’ , tentu bukan julukan yang sembarangan. Banyaknya Pondok Pesantren yang merupakan sekaligus visi misi dari pemerintah kota Tasik yang religus, menjadi alasan pemberian julukan tersebut. Tapi di balik itu semua, ternyata masih ada saja Muslimah yang dilarang mengenakan jilbab di kota yang menyebut dirinya Kota Santri.
Perempuan berinisial D memaparkan pada Republika.co.id, soal kesulitannya mengenakan jilbab di tempatnya bekerja. D memilih merahasikan identitasnya guna menjaga diri agar tak dipecat oleh kantornya. D sendiri saat ini tengah bekerja di salah satu penyedia jasa kecantikan kulit di Kota Tasikmalaya. D menduga pemilik kantornya yang notabene non Muslim membuatnya sulit mengenakan jilbab.
“Selama kerja di sini enggak boleh pakai jilbab, sudah beberapa tahun kerja di sini. Sudah tanya ke bos, tapi alasannya katanya enggak boleh aja, apalagi ini kerja di klinik kecantikan,” katanya, belum lama ini.
Perempuan muda tersebut mengaku, hanya ingin menjalankan syariat agamanya. Ia merasa risih dengan pandangan orang-orang padanya saat tak mengenakan jilbab ketika bekerja. Tetapi, D tak punya banyak pilihan pekerjaaan. Ia terjebak dengan pilihan tak mengenakan jilbab dengan gaji cukup besar atau menganggur.
“Risih kalau enggak pakai jilbab di kantor. Padahal, sehari-harinya saya ya pakai jilbab, tapi bagaimana lagi, susah mencari pekerjaan, jadi tetap bertahan di sini,” ucapnya.
Dan diskriminasi yang diderita D tak hanya dirasakannya seorang diri. Pekerja di salah satu pusat perbelanjaan di Kota Tasik, P juga merasakan nasib serupa. Kesehariannya mengenakan jilbab mesti ditanggalkan ketika bekerja. P hanya bisa ikhlas auratnya terlihat oleh orang-orang yang bukan muhrimnya.
“Saya aslinya kalau di rumah pakai jilbab, kalau kerja saja enggak pakai,” tuturnya saat berbincang dengan Republika.co.id.
Curhatan hati kedua wanita Muslimah tersebut sungguh miris di tengah julukan Kota Santri yang melekat pada Kota Tasikmalaya. Apalagi, Pemkot sebenarnya sudah mengeluarkan Peraturan Daerah (Perda) nomor 7 tahun 2014 tentang Tata NIlai Kehidupan Bermasyarakat yang religius.
Dalam Perda tersebut dijabarkan bahwa setiap perusahaan wajib memberikan kebebasan pekerjanya menjalankan ibadah, termasuk mengenakan jilbab bagi Muslimah. Ketika perusahaan melanggar aturan itu, terdapat mekanisme pemberian sanksi administratif dari mulai teguran hingga pencabutan izin usaha.
Republika.co.id, sempat membicarakan belum maksimalnya penerapan Perda, khususnya hak muslimah mengenakan jilbab di beberapa perusahaan dengan Kantor Kesatuan Kebangsaan dan Politik (Kesbangpol) Kota Tasikmalaya beberapa bulan lalu. Ketika itu, salah seorang petugas menjanjikan akan menindaklanjuti laporan itu. Namun, tak pernah terdengar ada tindaklanjut atas laporan itu.
Tepat pada hari ini, Kamis (2/11), Kesbangpol, Polresta Tasik, Kejaksaan Negeri Tasikmalaya, Kodim 0612 Tasikmalaya, Kantor Kemenag Kota Tasikmalaya, mahasiswa, ulama dan unsur masyarakat mengadakan monitoring dan evaluasi (monev) Perda tersebut. Tim monev menargetkan sejumlah hotel, restoran, sekolah dan perkantoran.
Namun, titik-titik dimana terdapat Muslimah yang dilarang mengenakan jilbab seperti dilaporkan Republika.co.id justru tak dijamah oleh tim monev. Kesbangpol berdalih tak bisa mengadakan monev ke suatu titik secara mendadak.
“Enggak bisa mendadak eung (ke titik-titik tersebut), tapi terima kasih masukannya nanti saya elisitasi lebih lanjut,” jawab Kepala Kesbangpol Deni Diyana saat dikonfirmasi.
( Artikel ini telah di terbitkan oleh REPUBLIKA.CO.ID dengan Judul `Ironi, Ada Muslimah Dilarang Pakai Jilbab di ‘Kota Santri`. )