Jakarta, KabarBerita.id — Dua atau lebih rumah sakit di Gaza, Palestina, menyatakan menutup dari bertambahnya pasien baru pada Minggu (12/11) di tengah bombardir tak berhenti militer Israel ke wilayah tersebut.
Hal itu terpaksa dilakukan karena rumah sakit-rumah sakit itu kekurangan bahan bakar dan obat-obatan, imbas agresi mliter Israel yang juga menyasar ke daerah sekeliling rumah sakit-rumah sakit tersebut.
Dua rumah sakit yang telah menyetop operasi medis adalah Al Shifa dan Al Quds. Seperti dilansir Reuters, dua RS yang berada di Gaza utara itu diblokade pasukan Israel. Israel menuding rumah sakit-rumah sakit di Gaza sebagai tempat persembunyian milisi Hamas.
Hal itu pun dipertanyakan warga Gaza. Salah satunya adalah Ahmed Al-Kahlout yang anaknya terluka imbas bombardir militer Israel.
“Putra saya terluka, dan tak ada satu pun rumah sakit yang bisa aku bawa dia ke sana untuk dijahit,” kata al-Kahlout.
Kahlout juga mengatakan saat ini di seluruh wilayah Gaza tak ada tempat yang aman dari gempuran roket militer Israel.
Imbas blokade dan sulitnya akses bagi bantuan, Juru Bicara Kemenkes Palestina di wilayah Gaza, Ashraf Al Qidra, mengatakan dari 45 bayi di dalam inkubator RS Al Shifa, sebanyak tiga di antaranya meninggal.
Hal itu pun menimbulkan keprihatinan, termasuk di kalangan medis di wilayah Gaza. Salah satunya Mohammad Qandil, seorang dokter di RS Nasser yang berada di wilayah Khan Younis–Gaza bagian selatan.
“RS Shifa sekarang tak aktif, tak ada yang bisa masuk, tak ada yang diizinkan keluar,” kata dia.
Sebelumnya diberitakan Bulan Sabit Merah Palestina (PRCS) mengumumkan Rumah Sakit Al-Quds di Gaza juga terpaksa menghentikan semua operasinya lantaran krisis bahan bakar dan pemadaman listrik di tengah pengepungan militer Israel.
Rumah sakit milik PRCS itu sedang bergulat dengan krisis akut pasokan medis, makan, serta air.
Melalui siaran pers, Minggu (12/11), PRCS menyatakan keprihatinan yang mendalam atas kondisi kemanusiaan yang mengerikan di dalam rumah sakit tersebut.
Menurutnya, tim medis saat ini sedang melakukan upaya maksimal untuk memberikan perawatan medis kepada pasien dan korban luka, bahkan dengan cara tradisional.
Pernyataan itu juga meminta komunitas internasional dan seluruh negara penandatangan Konvensi Jenewa Keempat bertanggung jawab atas kehancuran sistem kesehatan dan bencana kemanusiaan di Jalur Gaza, terutama di wilayah utara.
Hingga kini militer Israel terus menggempur sekitar Kompleks Medis Al-Shifa di bagian barat Kota Gaza. Mereka mengepung dari segala penjuru sejak Sabtu pagi.
Serangan udara yang terus terjadi menimbulkan kekhawatiran serius tentang tidak adanya layanan penting dan peringatan ancaman bencana kemanusiaan yang sesungguhnya.
Kendaraan militer Israel kini ditempatkan di dekat gerbang utama Al-Shifa, yang secara langsung menargetkannya di tengah baku tembak yang intens dan aktivitas drone yang tiada henti.
Kondisi tersebut mencegah evakuasi masyarakat yang kehilangan tempat tinggal, korban luka dan tenaga medis yang tanpa listrik, makanan, air serta bahan bakar.
PRCS mengimbau komunitas internasional untuk segera turun tangan dan mengatasi krisis kemanusiaan yang semakin parah.
Sementara itu, tiga badan PBB telah meluapkan pernyataan mengecam situasi horor yang dialami fasilitas kesehatan di Gaza selama lebih dari sebulan agresi Israel.
“Dunia tak bisa diam sementara rumah sakit, yang seharusnya menjadi tempat aman, bertransformasi menjadi tempat kematian, ketakutan, dan keputusaasaan,” demikian pernyaaan bersama tiga badan PBB itu seraya menyatakan hampir setengah rumah sakit di Gaza tutup.
Otoritas Palestina pada Jumat (10/11) lalu mencatat setidaknya ada 11.078 warga Gaza yang tewas terbunuh serangan udara ataupun artileri Israel. Hampir 40 persen dari korban itu adalah anak-anak.