Mahfud: Pemerintah Diskusikan Inisiatif Revisi UU ITE

Jakarta, KabarBerita.id — Menko Polhukam Mahfud MD menyatakan pemerintah mendiskusikan inisiatif revisi Undang-undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), karena beleid tersebut dianggap publik sudah tak baik dengan muatan-muatan pasal karet.
Hal tersebut diungkap Mahfud lewat pernyataan yang ia sampaikan via akun media sosial Twitter miliknya, @mohmahfudmd, pada Senin (15/2) malam.

“Pemerintah akan mendiskusikan inisiatif untuk merevisi UU ITE,” kata dia di akun Twitter tersebut.

“Jika sekarang UU tersebut dianggap tidak baik dan memuat pasal-pasal karet, mari kita buat resultante baru dengan merevisi UU tersebut. Bagaimana baiknya lah, ini kan demokrasi,” sambung mantan hakim konstitusi itu dalam kicauan yang dibuat pukul 23.06 WIB tersebut semalam.

Tak lupa, pada kicauan yang sama, Mahfud memaparkan pada awal pembuatannya 2007 hingga 2008 lalu, banyak yang penuh semangat mengusulkan undang-undang yang mengatur tentang digital tersebut.

UU ITE mencuat kembali kontroversialnya setelah Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) mengumbar soal meminta kritik kepada masyarakat pada awal pekan lalu. Imbas dari pernyataan tersebut, publik pun meresponsnya dengan kiprah para pengkritik yang senantiasa berhadapan dengan ancaman risiko pendengung (buzzer) hingga pidana di antaranya via KUHP dan UU ITE.

Kritik juga salah satunya datang dari ekonom yang juga kader PDIP Kwik Kian Gie, Wakil Presiden RI yang mendampingi Jokowi pada 2009-2014 Jusuf Kalla, hingga koalisi aktivis masyarakat sipil.

Politikus Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Nasir Djamil mendorong pemerintah untuk mengevaluasi muatan Undang-undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).

Menurut Nasir, jika pemerintah mengharapkan kritik dari publik maka keberadaan regulasi-regulasi yang berpotensi menghambat kebebasan dalam mengkritik pemerintah pun harus dievaluasi.

“Kalau mau dikritik, pemerintah harus evaluasi regulasi yang justru menghambat warga ungkapkan kritiknya, kalau enggak sama saja,” kata Nasir, Senin (15/2).

Menurut Nasir, saat ini UU ITE sudah menyimpang dari tujuan pembuataan. Ia menuturkan, UU ITE semestinya digunakan untuk melacak serta mengantisipasi tindakan kriminal yang mengancam negara.

Namun yang terjadi kini, keberadaan sejumlah pasal dalam beleid tersebut justru bisa dijadikan menjerat pihak yang dianggap berseberangan.

“Namanya saja informasi dan transaksi elektronik, sebenarnya informasi dan transaksi elektronik itu untuk melacak kejahatan besar, membahayakan negara, terorisme, korupsi, dan lain sebagainya. Tapi, kemudian akhirnya terjadi semacam penyimpangan,” ucap dia.

Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo pun mengakui bahwa pasal karet dalam UU ITE kerap dipakai untuk mengkriminalisasi pihak lain.

“Dalam rangka untuk menjaga agar penggunaan pasal-pasal yang dianggap pasal karet di dalam UU ITE yang ini tentunya berpotensi untuk kemudian digunakan untuk melaporkan atau saling lapor atau lebih dikenal dengan istilah mengkriminalisasikan dengan UU ITE ini, bisa ditekan dan dikendalikan,” kata Listyo dalam konferensi pers usai usai Rapat Pimpinan TNI-Polri di Mabes Polri, Jakarta, kemarin,

Oleh karena itu, mantan Kabareskrim Polri itu memerintahkan jajarannya untuk lebih selektif menerapkan pasal dalam UU ITE tersebut dalam proses penegakan hukum. Ia menjanjikan, polisi bakal lebih mengedepankan langkah edukasi dan persuasi.

Bahkan, Listyo menyoroti kemungkinan polisi dapat lebih mengupayakan langkah-langkah yang bersifat restorative justice (keadilan restoratif).

“Sehingga penggunaan ruang siber tetap bisa kita jaga dengan baik,” ucap dia lagi.

Tinggalkan Balasan