Sydney, KabarBerita.id – Kebakaran hutan Australia belum menampakkan tanda-tanda akan usai meskipun pekan ini cuaca lebih dingin, menurut pejabat pemerintah negara bagian Victoria pada Selasa, seiring timbulnya asap yang menyelimuti kota Melbourne.
Setidaknya ada 180 titik api yang masih menyala di wilayah dua negara bagian Victoria dan New South Wales (NSW), sekalipun hujan diramalkan akan turun menyebar di wilayah itu pada Rabu (15/1) esok.
Sekira 20 kebakaran hutan belum tertangani di NSW, wilayah terpadat di Australia, sementara di Victoria sendiri ada lima titik kebakaran yang berada dalam status “pengawasan dan penanggulangan”, satu tingkat di bawah status darurat, kata pihak berwenang.
“Saya berharap bisa menyatakan hal ini telah berakhir, namun jalan kita masih panjang. Bahkan saat ini kita mendapati asap di sekitar kita yang berada dalam tingkat membahayakan,” ujar Lisa Neville, bagian pelayanan darurat Victoria sekaligus Menteri Urusan Kepolisian.
Sementara
itu, Brett Sutton selaku Kepala Urusan Kesehatan meyakini bahwa
kualitas udara di Melbourne menurun drastis menjadi yang terburuk di
dunia dalam semalam karena suhu dingin justru membawa partikel kecil
udara lebih mendekat ke tanah.
Australia
tengah mengalami suatu musim rentan kebakaran terparah sepanjang
sejarah, dengan sejumlah kebakaran yang meluas sejak September 2019 dan
mengakibatkan 28 orang meninggal dunia serta lebih dari 2.000 rumah
rusak.
Tekanan politik untuk mempertimbangkan kembali kebijakan terkait perubahan iklim muncul terhadap pemerintahan konservatif yang membantah ada kaitan antara bencana kebakaran hutan dengan pemanasan global.
Perdana Menteri Scott Morrison kemudian memberi tanda bahwa pemerintah mungkin akan meningkatkan target pengurangan emisi gas kaca serta terbuka pada penerapan penyelidikan nasional perihal kebakaran hutan ini.
Pemerintahan federal pada Senin (13/1) menyebut akan menyalurkan dana sebesar 50 juta dolar Australia, atau sekitar Rp 470 miliar, untuk program darurat pemulihan alam bebas.
Kebakaran hutan ini disebut sebagai “bencana ekologis” yang mengancam sejumlah spesies, termasuk koala dan wallaby—sejenis kangguru berukuran kecil.