Kronologi Kerusuhan di Bangladesh: 280 Orang Tewas

Jakarta, KabarBerita.id — Protes besar-besaran di Bangladesh yang awalnya dimulai sebagai demonstrasi mahasiswa menentang sistem kuota pegawai negeri sipil telah berubah menjadi kekerasan, mengakibatkan lebih dari 280 orang tewas sejauh ini. Situasi yang memanas ini telah memunculkan seruan agar Perdana Menteri Sheikh Hasina mundur. Hasina telah memimpin Bangladesh sejak 2009 dan memenangkan pemilu keempat berturut-turut tahun ini.

Berikut adalah kronologi peristiwa protes mematikan di Bangladesh, sebagaimana dilaporkan oleh AFP:

**1 Juli**

Mahasiswa memblokir jalan dan jalur kereta api, menuntut reformasi sistem kuota pegawai negeri sipil. Sistem ini dianggap tidak adil karena diduga digunakan untuk menempatkan loyalis Awami League, partai politik pendukung Hasina.

Hasina, yang berusia 76 tahun dan terpilih untuk masa jabatan kelima sebagai perdana menteri pada Januari lalu melalui pemilihan yang tanpa oposisi berarti, menyatakan bahwa para mahasiswa hanya “membuang-buang waktu mereka.”

**16 Juli**

Aksi protes semakin memanas dan berubah menjadi kekerasan. Enam orang tewas dalam bentrokan sehari setelah terjadinya kekerasan antara demonstran dan pendukung pemerintah di Dhaka, yang melibatkan saling serang dengan tongkat dan lemparan batu. Pemerintah Hasina kemudian memerintahkan penutupan sekolah dan universitas secara nasional.

**18 Juli**

Mahasiswa menolak pernyataan Hasina yang meminta masyarakat tetap tenang dan berjanji akan memproses hukum setiap “pembunuhan” yang terjadi dalam aksi protes. Para demonstran meneriakkan “turunkan diktator” dan membakar kantor pusat penyiaran negara, Bangladesh Television, serta puluhan gedung pemerintah lainnya. Pemerintah Hasina kemudian memberlakukan pemblokiran internet.

Sedikitnya 32 orang tewas dan ratusan lainnya terluka dalam bentrokan yang terus berlangsung meski telah diterapkan jam malam 24 jam dan pengerahan tentara.

**21 Juli**

Mahkamah Agung Bangladesh, yang sering dianggap sebagai alat pemerintah Hasina, memutuskan bahwa penerapan kembali sistem kuota pegawai negeri sipil adalah ilegal. Namun, putusan tersebut tidak sepenuhnya memenuhi tuntutan para demonstran yang menginginkan penghapusan total kuota pekerjaan untuk anak-anak “pejuang kemerdekaan” dari perang kemerdekaan Bangladesh tahun 1971 melawan Pakistan.

Hasina saat ini mempertahankan sistem kuota yang memberikan hingga 30 persen pekerjaan di pemerintahan kepada keluarga veteran perang 1971. Kebijakan ini dikritik karena dianggap hanya menguntungkan anak-anak pendukung Hasina dan merugikan individu berbakat lainnya.

Di sisi lain, Bangladesh sedang menghadapi tingkat pengangguran yang tinggi, dengan hampir satu dari lima warga berusia 15-24 tahun tidak memiliki pekerjaan atau pendidikan.

**4 Agustus**

Ratusan ribu demonstran kembali bentrok dengan pendukung pemerintah pada Minggu (4/8). Sebanyak 77 orang tewas dalam insiden ini, termasuk 14 polisi. Mantan panglima militer Bangladesh, Jenderal Ikbal Karim Bhuiyan, meminta pemerintah menarik pasukan dari jalanan dan mengutuk “pembunuhan yang mengerikan.”

Pernyataan Ikbal muncul setelah komentar dari panglima militer saat ini, Waker-uz-Zaman, yang mengatakan bahwa angkatan bersenjata “selalu mendukung rakyat,” tanpa memberikan rincian lebih lanjut. Para pemimpin gerakan pembangkangan sipil nasional menyerukan kepada pendukungnya untuk berbaris ke ibu kota Dhaka pada hari Senin untuk mengadakan “protes terakhir.”

Tinggalkan Balasan