Jakarta, KabarBerita.id — Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membuka peluang mengembangkan kasus dugaan rasuah penetapan izin ekspor benur lobster yang menjerat mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo.
“Terkait proses penyidikan yang saat ini masih berjalan, KPK tidak menutup kemungkinan untuk mengumpulkan bukti-bukti baru adanya dugaan TPK [tindak pidana korupsi] lain,” kata Pelaksana Tugas Juru Bicara Penindakan KPK, Ali Fikri, Rabu (27/1).
Juru bicara berlatar belakang jaksa ini menyatakan penyidik menemukan saksi yang tidak jujur dalam memberikan keterangan. Hal tersebut menghambat upaya membongkar tindak pidana secara keseluruhan.
Hanya saja, Ali enggan menyampaikan secara gamblang saksi yang dimaksud.
“KPK dengan tegas mengingatkan kepada pihak-pihak yang dipanggil Tim Penyidik KPK untuk kooperatif dan memberikan keterangan secara jujur dan terbuka terkait dengan perkara ini,” ucap Ali.
Ia mengingatkan potensi jerat pidana tentang kesengajaan memberi keterangan tidak benar dan perintangan penyidikan sebagaimana termuat dalam Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) yang memiliki ancaman pidana maksimal 12 tahun penjara.
“Selain itu, KPK juga mengingatkan ancaman pidana di UU Tipikor ketentuan Pasal 21 [merintangi penyidikan] dan Pasal 22 [sengaja memberikan keterangan tidak benar] UU Tipikor yang memberikan sanksi tegas apabila ada pihak-pihak yang sengaja merintangi proses penyidikan ini,” kata Ali.
Dalam kasus penetapan izin ekspor benur lobster ini, KPK menetapkan total tujuh orang sebagai tersangka.
Enam orang sebagai penerima suap yakni Edhy Prabowo; stafsus Edhy, Safri dan Andreau Pribadi Misata; Pengurus PT Aero Citra Kargo (ACK), Siswadi; staf istri Edhy, Ainul Faqih; dan sekretaris pribadi Edhy, Amiril Mukminin.
Mereka disangkakan melanggar Pasal 12 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 11 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Sedangkan pihak pemberi suap adalah Direktur PT Dua Putra Perkasa (DPP), Suharjito. Ia disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP Jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.