Jakarta, KabarBerita.id – Komisi Pemberantasan Korupsi mendalami soal pengadaan dan proyek-proyek yang ditangani PT Duta Graha Indah, tersangka tindak pidana korporasi dalam pekerjaan pembangunan Rumah Sakit Pendidikan Khusus Penyakit Infeksi dan Pariwisata Universitas Udayana Tahun Anggaran 2009-2010.
“Terkait PT DGI yang telah berubah nama menjadi PT Nusa Konstruksi Enjineering (NKE), penyidik mendalami ke arah pengadaan dan proyek-proyek yang ditangani oleh PT DGI dan kemudian hal-hal apa yang berkaitan dengan dugaan tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh PT DGI,” kata Kabag Pemberitaan dan Publikasi KPK Priharsa Nugraha di gedung KPK, Jakarta, Selasa malam.
KPK resmi menetapkan PT Duta Graha Indah (DGI) tersangka tindak pidana korporasi dalam pekerjaan pembangunan Rumah Sakit Pendidikan Khusus Penyakit Infeksi dan Pariwisata Universitas Udayana Tahun Anggaran 2009-2010.
“Penetapan PT DGI sebagai tersangka merupakan pengembangan dari penyidikan perkara yang sama dengan tersangka sebelumnya, yaitu Direktur Utama PT DGI Dudung Purwadi (DPW) dan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Universitas Udayana Made Meregawa (MDM),” kata Wakil Ketua KPK Laode M Syarif saat konferensi pers di gedung KPK, Jakarta, Senin (24/7).
Syarif menyatakan PT DGI yang saat ini telah berubah nama menjadi PT Nusa Konstruksi Enjineering (NKE) diduga telah melakukan perbuatan melawan hukum dan menyalahgunakan wewenang untuk memperkaya diri sendiri atau orang ain atau suatu korporasi.
“Terkait pekerjaan pembangunan Rumah Sakit Pendidikan Khusus Penyakit Infeksi dan Pariwisata Universitas Udayana Tahun Anggaran 2009-2010 dengan nilai proyek sekitar Rp138 miliar,” kata Syarif.
Menurut Syarif, diduga telah terjadi kerugian negara sekitar Rp25 miliar dalam pelaksanaan proyek tersebut.
PT DGI disangkakan melanggar pasal 2 ayat (1) atau pasal 3 UU No 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Korupsi jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Pasal tersebut mengatur tentang orang yang melanggar hukum, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya jabatan atau kedudukan sehingga dapat merugikan keuangan dan perekonomian negara dan memperkaya diri sendiri, orang lain atau korporasi dengan ancaman pidana penjara maksimal 20 tahun dan denda paling banyak Rp1 miliar.
Syarif menegaskan penetapan pidana korporasi tersebut menjadi terobosan baru bagi KPK.
Menurut dia, dengan terbitnya Peraturan Mahkamah Agung (Perma) Nomor 13 tahun 2016 tentang Tata Cara Penanganan Tindak Pidana oleh Korporasi beberapa waktu lalu semakin meyakinkan KPK untuk menyidik korporasi sebagai subjek tindak pidana korupsi.
Hal tersebut, kata dia, atas dasar bahwa korporasi dapat digunakan sebagai sarana untuk melakukan tindak pidana dan sebagai sarana untuk menyembunyikan hasil kejahatan dan dapat pula memperoleh keuntungan dari suatu tindak pidana.
“Oleh karena itu, pertanggungjawaban pidana korporasi diperlukan untuk menghentikan keadaan tersebut. Sebagai syarat pemidanaan, tugas penegak hukum harus dapat membuktikan kesalahan korporasi,” ucap Syarif.
Dalam perkara pembangunan Rumah Sakit Pendidikan Khusus Penyakit Infeksi dan Pariwisata Universitas Udayana itu, kata Syarif, diduga terdapat penyimpangan.
“Pertama, rekayasa dalam penyusunan Harga Perkiraan Sementara (HPS), kedua rekayasa dalam proses tender dengan mengkondisikan PT DGI sebagai pemenang tender. Ketiga, aliran dana dari PT DGI kepada perusahaan lain dan dari perusahaan Nazaruddin (mantan Bendara Umum Partai Demokrat) pada PPK dan panitia. Berikutnya lagi atas dugaan kemahalan satuan harga dengan pemerintah membayar lebih tinggi,” kata Syarif.