Oleh: Dhimam Abror Djuraid
Dalam terminogi pesantren, posisi KMA adalah wujuduhu ka ‘adamihi, antara ada dan tiada. Sedangkan Prabowo dengan konsisten menjalankan prinsip qulil haqqa walau kana murran, menyampaikan kebenaran meskipun pahit.
Erick Thohir (ET) bilang Kiai Makruf Amin (KMA) tidak diundang di pertemuan Jokowi dengan 20 pimpinan parpol pendukung (15/1) karena tidak kebagian kursi.
Orang banyak yang protes, masak di Jakarta tidak ada restoran atau tempat pertemuan yang bisa menampung 21 orang. Masak ulama besar sekaliber KMA tidak bisa ikut pertemuan cuma gara-gara tidak kebagian kursi.
Orang tidak mengerti bahwa Erick sedang bicara bahasa mantiq dan qiyas, ilmu logika berpikir Islam. Yang dimaksud kursi oleh Erick bukan harfiah tempat duduk yang selama ini kita kenal. Kursi Erick adalah kursi dengan tanda kutip., kursi dalam pengertian qiyas.
KMA paham betul soal itu, dan pesan Erick sudah sampai kepada KMA dengan jelas dan gamblang, tidak ada tempat untuk Pak Kiai. Dalam komposisi 20 orang elite inner circle petahana, KMA sudah dianggap tidak ada. Dan karena itu tidak perlu disiapkan kursi.
Pak Kiai sudah dianggap non-existence, dianggap tidak ada. Dalam terminologi pesantren disebut Wujuduhu ka ‘adamihi, keberadaannya sama dengan ketiadaannya. Ada tidak ada tidak ngaruh. Itulah posisi KMA sekarang.
Kursi jadi barang super-mahal di tahun politik ini. Orang berebut kursi, saling sikut, saling jegal, saling tackle. Tak peduli teman, tak peduli keluarga. Kiai pun, kalau perlu, disingkirkan untuk mendapatkan kursi.
Tukang meubel kursi pasti lagi laris manis sekarang ini. Tukang meubel yang ahli memanipulasi suara untuk bisa menjadi kursi pasti jadi rebutan sekarang ini. Di tahun politik ini rejeki tukang meubel kursi lagi deras-derasnya.
Erick sekarang lagi mencarikan kursi untuk Jokowi (masih ingat ya dulu profesinya apa? Betul tukang meubel). Tukang meubel kok dicarikan kursi, jeruk makan jeruk dong. KMA-lah yang harusnya dicarikan kursi, karena kelihatannya beliau kepingin sekali dapat kursi.
Tapi, pesan Erick ke Pak Kiai makjleb, langsung menusuk ke ulu hati. Tidak ada kursi untuk Pak Kiai. Dan Pak Tukang Meubel tidak perlu pendamping.
Biasanya, pasangan politik harus dipoles supaya terlihat kompak dan serasi untuk menarik simpati publik. Yang penting, terlihat kompak di depan. Kalau kemudian bubrah di belakang, itu urusan nanti.
Sudah rahasia umum, presiden tak kompak dengan wakilnya. Begitu pula banyak gubernur, walikota, bupati yang bermusuhan dengan wakil-wakilnya. Ketika masih berebut suara, pasangan itu kompak. Begitu menang langsung bubar.
Pasangan Jokowi-KMA ini lucu, belum tentu jadi, tapi sudah berantem duluan.
Erick tahu persis bahwa KMA tidak menambah apa-apa. Survei menyebut kontribusinya hanya 0.2 persen. Sebaliknya, KMA bahkan menjadi beban. Alih-alih menjadi aset politik, KMA malah menjadi liability, tanggungan. Naluri Erick sebagai pengusaha membisikinya supaya segera cut loss, diputus sekarang juga, daripada rugi makin besar.
KMA benar-benar (meminjam Amien Rais) lame duck, bebek lumpuh. Tidak perlu marah soal istilah ini. Dalam terminologi politik istilah itu sudah biasa dipakai untuk menggambarkan politisi yang tidak efektif, atau yang sedang menghitung hari, seperti petahana.
Paslon pilpres ini ibarat pasangan ganda dalam bulutangkis ataupun tenes lapangan. Masing-masing harus punya kekuatan yang seimbang. Harus saling mengisi, bisa memaksimalkan kekuatan, dan saling menutupi kelemahan.
Prabowo-Sandi adalah pasangan ganda yang ideal. Masing-masing mempunyai kekuatan tapi punya gaya main yang beda. Prabowo lebih main force dengan kekuatan pukulan forehand maupun backhand yang keras. Smash-nya tajam, bertenaga, dan menukik.
Dalam praktik hidup sehari-hari Prabowo mengamalkan prinsip santri “Qulil haqqa walau kana murran” bicara kebenaran meskipun pahit.
Sebagai pasangan handa, Sandi bermain dengan cermat menjaga bola-bola liar hasil serangan balik lawan. Sandi mengcover daerah-daerah kosong dan bagus dalam netting. Sesekali Sandi melakukan smash keras kalau ada bola-bola tanggung.
Sandi mengumpulkan poin satu persatu, pelan tapi pasti. Prabowo-Sandi betul-betul pasangan ganda yang tangguh.
Di seberang net Jokowi pontang-panting main sendirian. Ia mengover garis belakang, lalu lari ke depan mengejar bola drop shot. Jatuh bangun mengembalikan smash. Terengah-engah dia melayani rally-rally panjang lawan. Ia kehabisan nafas di tengah permainan. Makruf Amin tidak bisa berbuat apa-apa. Ini lebih mirip pasangan ganda campuran yang tidak imbang kemampuannya.
Pasangan ini kalah karena terlalu banyak membuat kesalahan sendiri, unforced error.