Jakarta, KabarBerita.id – Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi mendesak pemerintah untuk mengeluarkan peraturan presiden untuk menggantikan Peraturan Presiden Nomor 79 Tahun 2019 tentang Jaminan Kesehatan yang dibatalkan oleh Mahkamah Agung (MA).
“Perpres pengganti itu penting untuk menjamin kepastian hukum karena BPJS Kesehatan menyatakan akan tetap menggunakan Perpres yang lama bila pemerintah belum mengubah atau mengeluarkan perpres baru,” kata Tulus melalui siaran pers yang diterima di Jakarta, Rabu.
Tulus mengatakan putusan MA yang membatalkan kenaikan iuran BPJS Kesehatan itu tidak serta merta bisa membuat BPJS Kesehatan tidak menaikkan iuran peserta. Dengan kata lain, kenaikan iuran tetap akan diberlakukan oleh BPJS Kesehatan.
Karena itu, agar tidak menimbulkan permasalahan yang berkepanjangan dan berdampak pada pelayanan kepada pasien, pemerintah harus cepat segera menindaklanjuti putusan MA tersebut.
Tulus khawatir putusan MA itu akan membuat BPJS Kesehatan mengurangi layanan kepada pasien bila tidak ada tindak lanjut yang segera dari pemerintah.
“YLKI khawatir pembatalan itu berdampak terhadap reduksi pelayanan kepada pasien. Kalau yang direduksi hanya layanan nonmedis, masih lebih baik. Kalau yang direduksi layanan medis, bisa membahayakan pasien,” tuturnya.
MA mengabulkan permohonan uji materi terhadap Peraturan Presiden Nomor 75 Tahun 2019 tentang Jaminan Kesehatan. Dalam putusannya, MA membatalkan kenaikan iuran peserta BPJS Kesehatan sejak 1 Januari 2020.
Permohonan uji materi diajukan Komunitas Pasien Cuci Darah Indonesia (KPCDI) yang keberatan dengan kenaikan iuran peserta BPJS Kesehatan. Mereka meminta MA membatalkan kenaikan iuran tersebut.
Majelis hakim MA menyatakan Pasal 34 Ayat (1) dan (2) Peraturan Presiden tentang Jaminan Kesehatan bertentangan dengan Pasal 23A, Pasal 28H, dan Pasal 34 Undang-Undang Dasar 1945 serta Pasal 2, Pasal 4, dan Pasal 17 Ayat (3) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional.