JAKARTA, Kabarberita.id – Pemerintah terus berupaya meminimalisasi munculnya kasus-kasus korupsi di desa. Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Mendes PDTT), Eko Putro Sandjojo mengungkapkan, dirinya telah bertemu dengan Kapolri Jenderal Polisi Tito Karnavian untuk bekerjasama membantu mengawal dana desa.
“Satgas Dana Desa juga sudah bertemu Kapolri. Kapolri akan dedikasikan Babinkamtibmas (Bintara Pembinaan dan Keamanan Ketertiban Masyarakat) untuk berikan penyuluhan dan pengawasan. Ada sekitar 60.000 yang siap bantu kawal dana desa,” ungkapnya saat mengikuti Rapat Koordinasi Pengawasan dan Akuntabilitas Dana Desa yang digelar di Kantor Staf Kepresidenan (KSP) di Jakarta, baru-baru ini.
Selain itu, Menteri Eko juga terus berkomunikasi dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk membantu menyelidiki laporan-laporan indikasi penyalahgunaan dana desa yang masuk. Ia pun setuju perlunya penindakan bagi setiap kasus penyelewengan. Salah satunya adalah kasus di Pamekasan.
“Walaupun gaduh karena semakin banyak yang mengawasi, peluang adanya penyelewengan dana desa semakin kecil. Efek pencegahan perlu terus dilakukan, begitu juga efek jera. Pembinaan jadi yang utama,” lanjutnya.
Menteri Eko pun optimistis tata kelola dana desa akan menjadi pembelajaran yang baik bagi masyarakat desa. Meski masih banyak persoalan dan persyaratan administrasi pelaporan diperketat, terbukti angka penyerapan terus meningkat.
“Tahun 2015 penyerapan dana desa mencapai 82%. Kemudian naik di tahun 2016 naik menjadi 97%. Tahun ini saya targetkan 100%. Saya yakin masyarakat desa terus belajar. Program Sistem Keuangan Desa (Siskeudes) membantu aparat desa,” ujarnya.
Di tahun 2016 lalu, pemanfaatan dana desa menunjukkan capaian besar. Warga desa mampu membangun jalan desa sepanjang 66.884 kilometer, jembatan desa sepanjang 511,9 km, MCK sebanyak 37.368 unit, instalasi air bersih 16.295 unit, PAUD 11.926 unit, Posyandu 7.524 unit, saluran irigasi sebanyak 12.596 unit, 3.133 unit Polindes, 14.034 unit sumur, 1.373 tambatan perahu, 1.819 unit pasar desa, 686 embung, 65.998 unit drainase, dan 38.184 unit penahan tanah.
Kepala Staf Kepresidenan (KSP), Teten Masduki pun meminta agar pengawasan dana desa dikeroyok. Seluruh potensi yang dimiliki negara perlu diberdayakan. Meski demikian, dirinya juga tidak ingin pengawasan yang dilakukan justru menimbulkan ketakutan.
“Dana desa itu harus digunakan. Jangan sampai karena ketakutan, malah tidak dipakai. Uang yang digelontorkan harus berputar di desa dan meningkatkan daya beli. Apa yang dibangun haruslah untuk sektor produktif,” ujar Teten.
Sementara itu, Kepala Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), Ardan Adiperdana mengatakan, pihaknya bersama Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) telah membuat aplikasi Sistem Keuangan Desa (Siskeudes). Aplikasi sederhana tersebut, lanjutnya, dibuat untuk memudahkan aparat desa dalam pengelolaan dan mempertanggungjawabkan keuangan desa.
“Presiden menargetkan tahun ini penerapan Siskeudes 100%. Sampai sekarang sudah 47,11% desa yang sudah gunakan Siskeudes. Kemendagri sudah surati Gubernur, Bupati, dan Walikota untuk segera menggunakan aplikasi ini,” ujar Ardan.
Ardan melanjutkan, Siskeudes diyakini akan meningkatkan kualitas pengelolaan keuangan desa. Selain itu, BPKP bersama Kemendagri juga menggerakkan Inspektorat Daerah untuk terus mengevaluasi proses penyaluran hingga penggunaan dana desa. Evaluasi umum pada semester I tahun 2017 ini, 90% dana desa sudah digunakan untuk empat program prioritas penggunaan dana desa, yakni Produk Unggulan Kawasan Perdesaan (Prukades), embung desa, pengembangan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes), dan pembuatan sarana olahraga desa (Raga Desa).
Rakor tersebut membahas dua catatan Presiden Joko Widodo terkait dana desa. Selain aspek transparansi dan akuntabilitas, penggunaan dana desa untuk sektor produktif juga menjadi bahasan utama. Turut hadir dalam pertemuan ini Menteri Dalam Negeri, Tjahjo Kumolo, dan Kabareskrim Polri, Ari Dono Sukmanto. (MR01)