Jakarta, KabarBerita.id — Wakil Presiden Amerika Serikat, Kamala Harris mendesak junta militer Myanmar menghentikan kekerasan di negara tersebut.
Dalam pidato pembukaan di ASEAN-US Summit hari ini, Rabu (6/9), Harris mengatakan Washington mendukung negara-negara Asia Tenggara mendesak junta militer Myanmar menyetop kekerasan terhadap warga sipil.
“Amerika Serikat bakal terus menekan rezim militer menghentikan kekerasan yang mengerikan tersebut,” kata Harris di Konferensi Tingkat Tinggi ASEAN di Jakarta Convention Center, Rabu (6/9).
Harris juga mengatakan AS mendesak agar seluruh korban penangkapan di Myanmar segera dibebaskan.
“Dan membangun kembali jalan Myanmar menuju demokrasi inklusif. Kami akan terus mendukung konsensus lima poin ASEAN,” ucapnya.
Pernyataan Harris ini muncul tak lama setelah para pemimpin ASEAN kompak mendesak penghentian kekerasan di Myanmar dalam pertemuan Retreat Session KTT ke-43 di Jakarta, Selasa (5/9).
Menteri Luar Negeri RI Retno Marsudi mengatakan para pemimpin ASEAN sepakat mendesak agar junta militer Myanmar segera menyetop kekerasan bagi warga sipil.
“Setelah melakukan diskusi, para pemimpin memutuskan 5PC tetap menjadi rujukan utama, desak penghentian kekerasan,” kata Retno di Jakarta Convention Center, Selasa (5/9).
Retno menuturkan pemimpin negara-negara Asia Tenggara menyimpulkan bahwa konsensus lima poin (5PC) tidak menunjukkan kemajuan signifikan sejak dibentuk pada 2021 silam. Hal itu lantaran situasi yang sangat pelik, rumit, dan tidak mudah diatasi.
Namun demikian, pemimpin ASEAN mengapresiasi upaya yang telah dilakukan Indonesia. Retno pun menegaskan konsensus lima poin bakal tetap menjadi rujukan utama guna mengatasi masalah Myanmar.
Sementara itu, junta militer Myanmar mengecam keras pernyataan para pemimpin ASEAN lantaran dinilai tak objektif dan sepihak.
Pernyataan junta diterbitkan di surat kabar Global New Light of Myanmar, yang didukung negara. Dalam surat kabar itu, mereka menyerukan ASEAN untuk mematuhi ketentuan dan prinsip-prinsip dasar Piagam ASEAN secara ketat, khususnya non-intervensi urusan dalam negeri negara-negara anggota.
Sejak kudeta pecah, warga Myanmar ramai-ramai turun ke jalan memprotes militer. Namun, junta menanggapi protes tersebut dengan kekerasan berlebih hingga menjatuhkan banyak korban.
ASEAN pun turun tangan dua bulan setelah kudeta. Melalui Indonesia, ASEAN menggelar pertemuan khusus untuk membahas Myanmar yang dihadiri kepala junta Min Aung Hlaing.
Pertemuan itu menghasilkan konsensus lima poin. Poin itu di antaranya mendesak penghentian kekerasan di Myanmar, mendesak dilakukannya dialog konstruktif guna mencari solusi damai.
Kemudian mengajukan agar ASEAN bisa memfasilitasi mediasi, memberikan bantuan kemanusiaan melalui AHA Centre, serta mengirim utusan khusus ke Myanmar.
Namun, sejak konsensus berlaku, junta militer Myanmar dianggap tak melaksanakan poin kesepakatan itu. Junta hingga kini masih melakukan kekerasan di Myanmar.