Jakarta, KabarBerita.id — Pemerintah resmi mengatur mengenai perpajakan untuk penjualan pulsa hingga token listrik. Hal ini tertuang dalam PMK No 6/PMK.03/2021 yang telah ditandatangani oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati.
Dalam beleid tersebut dinyatakan bahwa akan dikenakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penghasilan (PPh) atas penjualan pulsa, kartu perdana, token, dan voucher secara terperinci sesuai mekanisme.
Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP Hestu Yoga Saksama mengatakan, pengenaan PPN sebesar 10% terhadap penjualan tersebut sudah ada sejak lama. Namun saat ini diperjelas dalam pengaturan detail.
“PPN pulsa dan kartu perdana, selama ini sudah berjalan 10%. Ini pengaturan untuk ada kepastian hukumnya,” ujar Yoga kepada CNBC Indonesia, Jumat (29/1/2020).
Menurutnya, sebelumnya pengenaan pajak ini di atur untuk keseluruhan PPN sedangkan saat ini diperjelas. Selain itu, selama ini pajak yang dikenakan berlipat yakni dari perusahaan penyedia layanan telekomunikasi kepada distributor pertama dan distributor pertama ke distributor kedua.
Kemudian, distributor kedua juga memberlakukan PPN bagi penjual ritel (eceran). Lalu penjual ritel juga mengenakan PPN 10% ke konsumen.
Meski pengenaan pajak ke konsumen dinilai tidak dilakukan oleh semua pengecer. Namun, ini membuat pengenaan PPN terlalu berlapis.
Maka dengan aturan baru ini, PPN dikenakan hanya sampai distributor tahap dua. Sebab, pengecer juga tidak memiliki faktur pajak pemasukan.”Dengan PMK dibatasi pemungutan sampai distributor tingkat dua,” jelasnya.
Ini juga memberikan kepastian bagi penjual pulsa eceran. Di mana banyak yang tidak mengenakan PPN bagi konsumennya.
“Jadi sebenarnya sekarang pun, kalau kemudian pengecer diperiksa kok nggak pungut (PPN) bisa jadi masalah, dengan PMK diberikan kepastian pemungutan PPN jadi sampai tingkat dua,” tegasnya.
Sementara itu, untuk pengenaan PPN bagi voucher hingga token listrik yang dipajaki adalah selisih dari harga jual dan nominal voucher atau token.
“Kayak market place jual token dapat fee dari pembeli. Yang terhutang PPN yang atas jasa. Bukan nilai tokennya.” Kata dia.
Ia menjelaskan, misalnya market place menjual voucher nilai Rp 500 ribu seharga Rp 505 ribu, maka yang dikenakan PPN adalah selisihnya yang sebesar Rp 5 ribu. “Jadi selisihnya yang dikenakan PPN,” tegasnya.