Semarang, Kabarberita.id – Pemerintah Provinsi Jawa Tengah (Jateng) berupaya mempercepat penurunan angka kemiskinan dengan melakukan berbagai program dan kebijakan yang langsung bersentuhan dengan masyarakat.
Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Penelitian dan Pengembangan Daerah Provinsi Jawa Tengah, Sujarwanto Dwiatmoko di Semarang, Rabu, mengatakan bahwa pihaknya sudah menentukan pola dan sasaran pengurangan angka kemiskinan yang merupakan isu global sekaligus isu daerah saat ini.
“Pengurangan angka kemiskinan akan kita akselerasi, hari ini kita turun drastis , bahkan terbaik secara nasional yakni 11,32 persen atau sebanyak 3.897,20 ribu jiwa dan ini yang menjadi sasaran kita kedepan. Kita ingin sampai akhir 2019 berada pada kisaran 6,48-7,4 persen,” jelasnya.
Sebaran penduduk miskin di Jateng masih didominasi di wilayah pedesaan sebanyak 2.181,04 ribu jiwa atau 12,99 persen, sedangkan penduduk miskin perkotaan sebanyak 1.716,16 ribu jiwa atau 9,73 persen.
Menurut dia, masih tingginya tingkat kemiskinan di perdesaan, khususnya pada kelompok sasaran petani dan kelompok nelayan ini disebabkan antara lain, belum berkembangnya kelembagaan (institusi dan kebiasaan/perilaku) kelompok petani serta nelayan.
Ia menyebutkan salah satu program penurunan kemiskinan yang digenjot adalah pembagian Kartu Jateng Sejahtera yang menyasar warga miskin, manula, dan penderita penyakit kronis yang belum mendapat jaminan kesehatan pemerintah.
“Maka intervensi kita adalah membuat kebijakan Kartu Jateng Sejahtera sejak 2016 dengan full subsidi, artinya diberikan bantuan berupa uang tunai dan natura agar yang bersangkutan bisa melanjutkan kehidupannya,” lanjutnya.
Selain itu, Pemprov Jateng juga akan memfasilitasi warga miskin agar dapat bekerja atau memiliki usaha sehingga mempunyai pendapatan tetap.
“Penyebab penanganan kemiskinan yang tidak optimal selama ini akibat belum terintegrasinya program/kegiatan penanggulangan kemiskinan, belum tervalidasinya data kemiskinan secara periodik, belum efektifnya sistem pengawasan secara partisipatif, dan belum optimalnya pemberdayaan kelompok sasaran menuju industrialisasi komoditas pertanian, serta belum optimalnya pendampingan berkelanjutan kepada kelompok sasaran penerima program,” terangnya.