Jakarta, KabarBerita.id — Kejaksaan Agung (Kejagung) menetapkan bahwa para tersangka dalam kasus korupsi tata niaga timah di wilayah IUP PT Timah periode 2015-2022 harus membayar kerugian negara sebesar Rp300 triliun. Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus), Febrie Adriansyah, mengonfirmasi hal ini dalam ekspose gelar perkara sebelum kasus tersebut dilimpahkan ke pengadilan.
“Siapa yang harus menanggung kerugian ini? Ini menjadi pertanyaan utama, apakah ini dikategorikan sebagai pelanggaran Undang-undang Lingkungan atau Tipikor,” ujar Febrie dalam konferensi pers, Rabu (29/5).
Febrie menjelaskan bahwa awalnya penyidik menilai bahwa PT Timah yang harus bertanggung jawab membayar kerugian tersebut. Namun, karena kinerja bisnis PT Timah yang tidak selalu menguntungkan, pembayaran jumlah tersebut diprediksi akan sulit.
“Apakah kita rela jika PT Timah harus membayar sebesar ini? Mengingat PT Timah yang kita ketahui selalu mengalami kerugian,” kata Febrie.
Oleh karena itu, penyidik sepakat bahwa kerugian negara harus dibebankan kepada semua pihak yang menerima keuntungan dari pertambangan ilegal tersebut.
“Siapa yang mendapatkan keuntungan dari timah ini? Akhirnya, penyidik memutuskan bahwa mereka yang menikmati hasil dari kegiatan ilegal ini harus bertanggung jawab membayar kerugian negara,” jelasnya.
Febrie menambahkan bahwa saat ini penyidik fokus pada upaya pemulihan kerugian negara dalam kasus ini, salah satunya dengan melacak aset para tersangka.
“Penyidik bertugas untuk mengembalikan kerugian yang terjadi. Oleh karena itu, ini berkaitan dengan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU),” katanya.
“Kami sedang mengumpulkan semua aset dan tim kami masih bekerja untuk melakukan penyitaan berdasarkan TPPU. Semoga upaya ini akan maksimal dalam mengamankan aset-aset tersebut,” pungkasnya.
Dalam kasus ini, Kejagung telah menetapkan total 22 tersangka terkait dugaan korupsi tata niaga timah di IUP PT Timah, termasuk Direktur Utama PT Timah 2016-2021, Mochtar Riza Pahlevi Tabrani, dan Harvey Moeis sebagai perwakilan dari PT Refined Bangka Tin.
Terbaru, berdasarkan perhitungan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), kerugian keuangan negara dalam kasus ini mencapai Rp300,003 triliun. Rinciannya adalah kelebihan pembayaran harga sewa smelter oleh PT Timah sebesar Rp2,85 triliun, pembayaran biji timah ilegal oleh PT Timah kepada mitra sebesar Rp26,649 triliun, dan nilai kerusakan ekologis sebesar Rp271,6 triliun.