Jakarta, Kabarberita.id – Isu pemberantasan terorisme bakal menjadi bahasan yang menarik untuk dikupas dalam debat capres putaran pertama pada 17 Januari 2019.
Terlebih selama empat tahun mengemban amanah sebagai Presiden, Pemerintahan Jokowi tercatat beberapa kali dihadang kasus-kasus terorisme yang meresahkan.
Sebagai calon presiden petahana, bisa jadi pertanyaan mengenai upaya dan hasil pemberantasan terorisme menjadi ujian tersendiri.
Apalagi jika dibandingkan lawan politiknya, Prabowo Subianto, yang belum memiliki rekam jejak memimpin dan menghadapi langsung kasus serupa. Namun bukan berarti hal tersebut justru merugikan bagi Prabowo, sebaliknya kebelumterujiannya bahkan menjadi harapan yang lebih yang mengunggulkannya dibandingkan Jokowi.
Di luar itu, Jokowi tentu bukan lagi “anak kemarin sore” dalam dunia politik.
Pengamat politik Arif Amarudin menilai Jokowi hampir pasti telah memiliki taktik untuk mengangkat isu terorisme sebagai salah satu keberhasilan dalam pemerintahannya.
Menurut alumnus UIN Syarif Hidayatullah itu, kasus-kasus terorisme dan penumpasannya di era Jokowi bisa menjadi barang “jualan” untuk menarik minat calon pemilih.
Apalagi Jokowi sempat mendapatkan banyak pujian termasuk dari Presiden Turki Erdogan terkait caranya dalam menangani kasus terorisme yang dengan sangat tegas dan bertekad bulat dalam memberantas terorisme sampai ke akar-akarnya.
Selain itu, Jokowi pun kerap diminta untuk berbagi pengalaman dalam menumpas terorisme di berbagai forum internasional.
Hal ini disebutnya bisa menjadi modal tersendiri bagi Jokowi untuk mem-“branding” dirinya telah sukses dalam mengatasi kasus terorisme.
Dianggap sukses Terorisme memang bisa terjadi di mana saja dan kasus tersebut mumcul berulang kali di Tanah Air.
Jokowi sendiri harus berhadapan dengan itu sejak kasus terorisme pertama meledak di era Pemerintahannya yakni pada awal 2016 dimana ibu kota Jakarta pernah menjadi sasaran teror bom.
Peristiwa yang terjadi di jantung kota Jakarta, tepatnya di Jl MH Thamrin atau hanya beberapa jengkal saja dari Istana Kepresidenan Jakarta itu memakan korban mencapai 31 orang, 7 di antaranya telah meninggal dan satu orang warga negara asing asal Kanada turut menjadi korban meninggal. Insiden bermula saat pelaku menyerang salah satu gerai Starbucks Coffee di gedung Djakarta Theater. Tak lama berselang, pelaku lainnya meledakan bom bunuh diri di pos polisi di kawasan persimpangan Sarinah, Jl MH Thamrin, Jakarta.
Namun kasus tersebut dianggap mampu menaikkan citra Indonesia di mata dunia internasional karena pemerintahan Jokowi mampu meredam kasus terorisme itu hanya dalam beberapa jam saja.
Bahkan Menteri Pariwisata (Menpar) Arief Yahya dalam banyak kesempatan sangat mengapresiasi kinerja kepolisian khususnya dalam kasus bom Thamrin karena telah begitu sigap beraksi memberantas pelaku teror sehingga tidak berdampak luas terhadap sektor pariwisata secara umum.
Sukses tersebut jelas berdampak langsung terhadap ukuran kinerja Jokowi.
Oleh karena itu, dalam debat capres, Jokowi boleh jadi akan menjadikan ajang tersebut sebagai tempat baginya untuk memamerkan hasil kerjanya dalam memerangi terorisme.
Meski kasus-kasus terorisme lain terus bermunculan dalam beberapa waktu kemudian termasuk di antaranya bom bunuh diri lain terjadi di Kampung Melayu pada Mei 2017, nNapi terpidana teroris yang menguasai Rutan Mako Brimob, teror yang terjadi dan menyerang tiga gereja di Surabaya, yakni Gereja Katolik Santa Maria Tak Bercela, Gereja Kristen Indonesia (GKI), dan Gereja Pantekosta, serta ledakan bom di Rumah Susun Wonocolo Sidoarjo dan serangan bom bunuh diri yang dilakukan oleh empat orang pelaku dengan dua sepeda motor di Mapolrestabes Surabaya.
Namun ukuran keberhasilan terletak pada seberapa baik dalam menangani kasus-kasus tersebut.
Keseriusan Jokowi Debat capres bisa jadi menjadi ajang untuk menagih janji kepada Jokowi sebagai capres petahana dari sisi komitmen dan keseriusannya dalam memberantas kasus-kasus terorisme.
Mengingat terus berulangnya kasus terorisme yang terjadi di era pemerintahannya, lawan politiknya bisa jadi menggunakan isu tersebut sebagai celah untuk melumpuhkan elektabilitasnya.
Bagi banyak pihak, Jokowi memang dianggap belum cukup cakap dan memuaskan dalam memerangi terorisme.
Meskipun di era pemerintahannya RUU revisi UU pemberantasan tindak pidana terorisme itu bisa diterima DPR untuk dijadikan UU.
Sebelumnya, ia bahkan sempat mengancam DPR akan mengeluarkan Perppu jika DPR tak segera mengesahkan revisi terhadap RUU tersebut menjadi UU.
Jokowi berkeras kondisi kian mendesak mengingat serangan teror berantai yang marak terjadi bermula dengan serangan tiga gereja di Surabaya.
Di sisi lain, Jokowi sendiri kerap kali berbagi mengenai caranya mengatasi dan memberantas terorisme di Indonesia dalam berbagai forum internasional.
Ia bahkan terkesan ingin menunjukkan pada dunia bahwa dirinya sama sekali tidak takut terhadap ancaman teror dalam bentuk apapun.
Oleh karena itu, pengamat politik sekaligus penggagas dan pendiri Gerakan Damai Nusantara, Jappy M. Pellokila, mengatakan debat capres boleh jadi menjadi instrumen yang baik bagi Jokowi untuk menjelaskan kepada publik tentang keseriusannya memberantas terorisme.
Sekaligus meneguhkan komitmen yang sama jika dirinya terpilih kembali sebagai Presiden RI untuk periode selanjutnya.
Dengan begitu, masyarakat tidak sekadar disuguhi sekadar janji melainkan bukti konkret sebuah perwujudan janji yang pernah diucapkan.
Sebab bagi masyarakat, bukan perkara untung rugi melainkan jaminan keamanan bagi keberlangsungan hidup yang lebih baik.