IDI Sebut Sedang Kaji Aturan Ganja untuk Medis

Jakarta, KabarBerita.id — Ketua Umum Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) Adib Khumaidi mengatakan saat ini pihaknya sedang mengumpulkan referensi ilmiah untuk kemudian diinisiasi sebagai riset terkait ganja untuk kebutuhan medis.

“[Kami] sedang mencari referensi ilmiah, [kemudian] mendorongnya sebagai satu bagian dari riset, baru melangkah ke standar pelayanan,” kata Adib di sela pembukaan Simposium Asosiasi Dokter Medis Sedunia (World Medical Association) di Westin Hotel, Jakarta Selatan, Minggu (3/7).

Dia menjabarkan dalam mengusulkan suatu obat atau metode pengobatan dalam satu pelayanan pengobatan, harus ada bukti ilmiah. Proses kajian meliputi kajian literatur maupun riset diperlukan demi keamanan pasien (patient safety).

Prosesnya tidak mudah sebab ada berbagai pertimbangan meliputi efek samping, dosis, aplikasi pada terapi penyakit tertentu sampai kewenangan pemberian obat.

Kemudian terkait informasi yang beredar belakangan mengenai penyakit tertentu yang memerlukan ganja medis untuk pengobatan, Adib berkata ini perlu kajian mendalam.

“Apa [ganja medis ini sifatnya] kausatif (obat bertujuan menghilangkan penyakit, bukan gejalanya) atau adds-on, penambah dari obat-obatan lain. Nah inilah yang sedang kami kaji,” imbuhnya.

Pada dasarnya, ganja medis juga menggunakan tanaman ganja sebagai bahan utama. Namun ganja medis dan tanaman ganja tidak bisa disamakan fungsinya.

Saat tanaman ganja dikelola sebagai ganja medis atau bagian dari terapi pengobatan, prosesnya tidak mudah.

“Prinsipnya sama tapi kemudian apa nanti dosisnya berapa, masalah siapa yang punya kewenangan memberikan, efek samping, apa benar untuk terapi [penyakit] A, B, C, D, jadi perlu riset lebih banyak,” jelasnya.

Sementara itu, kajian terkait ganja medis tak hanya melibatkan IDI saja, tetapi juga organisasi profesi kesehatan maupun stakeholder kesehatan seperti BPOM dan Kementerian Kesehatan.

Dia mengaku sudah ada diskusi internal dengan kesepakatan bahwa referensi ilmiah nantinya akan jadi pendukung riset, bukan kemudian langsung mendorong ganja medis sebagai standar pelayanan.

“Saya tidak berani ngomong dulu [berapa lama nanti risetnya], sebab harus ada penjelasan dari ahli,” imbuh Adib.

Tinggalkan Balasan